SODAKOH YANG LUAR BIASA
Sponsor- https://www.eeboox.com/ |
Catatan
Mas Joko- 1nov22/edit nks
Rosulullah SAW itu kalau dhawuh detail sekali sampai ngendikan:
"Kamu membawa kayu dari hutan, lalu kamu jual di pasar, dan hasilnya kamu
berikan kepada ibumu, kapada anak-istrimu, dan membuat mereka hidup, itu sudah
sodakoh yang luar biasa."
Demikian Rosulullah mencontohkan -- "Hatta mata'ala fiqim
ro'atika". Kita harus bangga dengan prestasi-prestasi yang dicontohkan
Rosulullah itu. Tapi kita ini terlalu banyak nonton tv sehingga menganggap
prestasi tersebut sebagai hal yang biasa.
Sementara kita menganggap yang berprestasi itu yang bisa
menemukan sesuatu yang ilmiah. Misalnya ada yang menemukan obat penyakit AIDS.
Itu dinilai luar biasa, disorot media, diapresiasi secara internasional.
Padahal asal-usul AIDS itu seks bebas. Padahal pula rumusnya kiai lebih dari
itu: "Supaya tidak kena AIDS jangan berperilaku seks bebas. Gampang."
Tapi tidak ada yang mengapresiasi. Mereka itu maunya zina tapi
selamat. Kita ini kalau menuruti pengakuan publik nasibnya sial.
Ya kalau begitu tidak usah mengharap pengakuan publik. Kebaikan
yang kita lakukan itu kita kontrakkan dengan Allah. Sehingga ketika beramal
kita melihat Allah. Atau setidaknya yakin kita dilihat Allah.
Makanya intinya itu kita membiasakan diri bertransaksi kepada
Allah. Kalau menuruti pengakuan publik kita kecewa. Sebagai dosen kita mungkin
sedih melihat mahasiswa kalau kuliah tidak fokus ke materi yang diajarkan.
Sebagai dosen kita mungkin kecewa diberi beban administratif
berlebihan sampai tidak bisa fokus pada tugas utama mengajar. Kita telan saja
kekecewaan-kekecewaan itu, dan langsung bertransaksi diri kepada Allah. Insya
Allah kita jadi ikhlas.
TERBURU-BURU ITU TIDAK BAIK?
Sponsor- https://www.eeboox.com/ |
Catatan
Mas Joko 31okt22;
Terburu-buru itu tidak baik
kecuali beberapa hal. Kita didhawuhi segera ambil air wudhu untuk sholat
begitu mendengar suara adzan. Kita juga diwajibkan segera memakamkan orang yang
meninggal.
Kita diminta mempersegerakan menikahkan anak perempuan yang
sudah baligh. Anak perempuan baligh itu umur 10 atau 11 tahun. Zaman sekarang
jika ini dipakai sebagai patokan bisa
kena semprit Kak Seto.
Maka kita pakai
standar fiqih saja.
Jika tidak ada
indikasi akan terjadi masalah dalam kesolehan anak, dan anak sedang dalam
proses belajar atau kuliah, kita tunggu hingga saat yang baik.
Dalam konteks zaman
sekarang anak selesai kuliah sekitar 22 tahun. Kita pakai standar fiqih karena
fiqih tidak berdasar rasa melainkan berdasar
ketentuan.
Kita juga diminta
bersegera dalam hal hutang. Kita tidak boleh bilang: "Ah, bayar hutangnya
nanti-nanti saja. Terburu-buru itu tidak baik." Begitu pula dalam hal
kesolehan, yang terkait dengan dosa: Jika ditanya: "Kapan kamu
taubat?" Tidak boleh bilang: "Ya, kapan-kapan lah. Terburu- buru itu
setan.
Allah tidak suka
segala yang terburu-buru." Dalam hal mensegerakan pemakaman jenazah, kita
diajarkan untuk tetap memuliakan jenazah. Kita mandikan baik-baik, kita kafani
baik-baik, kita antar ke peristirahatan terakhir dengan baik.
Adat Jawa itu luar
biasa. Ketika jenazah hendak diberangkatkan ke makam, orang-orang berebut untuk
memikul keranda. Apalagi jika yang meninggal itu orang soleh.
MEMAHAMI ASUMSI ORANG LAIN
Sponsor; UNICORN NETWORK |
Catatan Mas Joko- 29okt22
Rosulullah SAW itu menurut Islam "Sayiddul awali wal akhiri". Beliau orang yang terbaik. Orang terbaik itu menurut hukum sosial maknanya seperti apa?
Menurut para sahabat Nabi, orang yang terbaik harus dihormati, tidak boleh dihujat, tidak boleh dikecam, tidak boleh tidak disopani. Dan itu yang terjadi.
Orang kafir yang menentang Nabi dihukumi kafir. Orang yang mengingkari Nabi setelah Islam dihukumi murtad. Dan setelah Islam wajib hormat, wajib tawaduk, wajib sopan, dan sebagainya.
Itu asumsi dasar.
Itu hukum dasar berdasar hukum manusia. Tapi Nabi kan hidup dengan orang banyak. Misalnya orang desa-desa. Mereka itu cara berpikirnya begini: "Nabi itu "apikan" (orang baik hati). Kalau "apikan" itu "loma" (murah hati dan dermawan). "Loma" menggunakan ukurannya orang desa.
Nabi itu punya sorban hanya dua. Itu diminta satu. Itu dilakukan di depan umum: "Mad, ini kasihkan saya," kata mereka "njangkar" dan kurang ajar. Sudah begitu sorban Rosulullah langsung ditarik sehingga beliau terluka.
"Sudah menang perang, ghonimah-nya banyak, mosok dimintai sorban saja tidak boleh," tambah mereka.
Para sahabat tersinggung karena Nabi diperlakukan demikian.
Tapi Nabi ngendika: "Ya, biarlah. Kalau saya tidak adil, lalu siapa yang adil?".
Setelah orang-orang tidak berperadaban itu pergi, Rosulullah ngendika pada para sahabat:
"Begini, ya. Saya dengan orang tadi ibarat saya dengan unta saya yang "mberot" (berontak tak mau dikendalikan). Ketika unta saya tersebut tidak bisa diatasi, orang-orang datang membantu saya menjinakkannya.
Alih-alih unta saya menurut, unta saya malah semakin liar dan benar-benar tidak terkendali.
Solusinya, biarkan saya sendiri yang menjinakkan unta saya. Karena saya yang lebih tahu bagaimana semestinya unta tersebut diperlakukan.
Begitu pula dengan orang-orang desa tadi." Rosulullah rupanya mengajak kita semua belajar mengerti asumsi masyarakat, asumsi anak kita, dan asumsi pasangan hidup kita, yang sering kali kita tidak memahami.
KETIKA TAUHID KITA DIUJI
Catatan Mas Joko, 28okt22
Cintailah Allah dengan cinta sejati. Dilatih dari reputasi kita. Mungkin kita punya ijazah "hizib nasar". Tapi tidak pernah dibaca. Bukan karena sombong. Tapi karena sangking melatih tauhid.
Yang mengijazahi bisa di-alfatehah-i: "Maaf, saya terpaksa tidak membacanya, karena menjaga satu dua hal." Perhitungannya sederhana. Jika sering membaca hijib nasar, dan kita sampai sekarang masih hidup, padahal kabarnya kita dijajal disantet. Kita dijajal diguna-guna. Kabarnya. Entah benar entah tidak.
Kalau kita sering baca hijib nasar tentu kita berpikir kita selama ini selamat karena kita sering baca hizib nasar. Sehingga disantet tidak mempan, diguna-guna tidak mempan. Tapi itu melukai tauhid.
Pertanyaannya, misalnya kita mendapat ijazah tersebut umur 40 tahun, dan selama belum punya ijazah kita selamat karena apa? Karena Allah, kan? Mengapa setelah umur 40 tahun kita sehat dan selamat hingga sekarang, tauhid kita rusak, merasa kita selamat karena hizib nasar?
Itu mirip dalihnya WTS dan koruptor.
Orang jadi WTS itu rata-rata umur 17-20 tahun. Ia berdalih: "Kalau saya tidak begini saya tidak bisa hidup".
Padahal selama masa sebelum usia 17 tahun ia juga bisa hidup tanpa jadi WTS. Ustadz dan kiai juga begitu.
Selama berpuluh-puluh tahun sebelum jadi ustadz atau kiai ia mondok ya bisa makan, bisa hidup. Setelah jadi ustadz atau kiai sejak senang bikin proposal berdalih kalau tidak begitu tidak makan.
Itu melukai tauhid.
Jadi ada masa-masa tauhid kita diuji. Sufi-sufi seperti Nazarudin Koza dan Nazarudin Affandi berdialek: "Manusia itu bento. Bentonya itu berlanjut hingga mati.
Manusia itu sangking terbatasnya, ketika masih janin sudah menyoal Tuhan. Ketika mlungker di dalam kandungan ibunya, tanya: "Ya Allah. Ngapain bikin tangan? Wong tidak bisa dipakai apa-apa. Ruangannya hanya segini. Ngapain bikin kaki? Wong tidak bisa jalan-jalan. Ruangan hanya segini."
Nazarudin Affandi malah kurang ajar tanya: "Ngapain bikin alat kelamin? Wong tidak ada musuhnya."
Allah ngendika: "Kamu diam saja. Kamu tidak tahu apa-apa."
Gambaran tentang akhirat nanti kira-kira seperti janggalnya janin di dalam kandungan ibunya.
Maka pesan para sufi, kita jangan gemar tanya dan protes pada Allah. Allah tidak bisa ditanya. Tapi sekali kita salah, dimintai pertanggung-jawaban. ctt-jk/nks 28okt22
PILIH YANG PASTI BENAR
Catatan Mas Joko, 27okt22
Sayid Hasan bin Ali, cucunya
Rosulullah SAW, ngendika agar kita menghafalkan dhawuhnya Rosulullah,
meninggalkan sesuatu yang kita ragu ("mamang"), lalu memilih pilihan
gaya hidup yang pasti benarnya.
Membaca tasbih pasti
benarnya, ridho dengan Allah pasti benarnya, menyabari bojo pasti benarnya,
menyabari anak pasti benarnya. Kalau menuntut hak? Itu menuntut nafsu.
Menuntut hak itu
menuntut nafsu. Kita punya hak, tapi kita punya kewajiban. Jangan-jangan kita
menuntut hak kita lebih banyak. Itu pun kalau kita berhak. Kalau tidak?
Misalnya kita
menuntut hak dihormati sebagai suami. Ya kalau kita suami yang benar. Kan ya
belum tentu juga. Kita minta dihormati kan karena kita merasa suami yang benar.
Padahal belum tentu juga. Kita kan masih "mamang" (ragu) dengan
status suami yang benar apa tidak.
"Mamang"
itu tinggalkan, cari status yang pasti. Rupanya orang itu tidak mungkin
sempurna. Kalau tidak sempurna ya tidak usah banyak bicara menuntut hak.
Sepulang dari
bepergian, mendengar istri masih hidup itu sudah cukup. Tidak usah minta disambut,
dihormati. Malah kecewa.
Masuk surga juga
begitu. Masuk surga itu tidak mesthi. Tidak mesthi itu mengganggu. Karena amal
kita kadang tidak cukup. Tapi mengharap-harap rahmat Allah itu pasti.
Rahmat Allah itu
"jembar" (luas), dan Allah mengutus kita wajib mengharap-harap rahmat
Allah. Makanya starus kita itu adalah orang yang menjalani rozak.
Mengharap-harap rahmat Pengeran itu pasti benarnya, karena Pengeran itu zhat
yang "arrohman nirrohim" (Maha Penyayang dan Maha Pengasih).
Tapi kalau kita
merasa berhak masuk surga belum tentu benar. Meskipun mungkin benar. Wong amal
kita kadang tidak cukup. Jadi, carilah amal apa saja yang pasti benarnya. Kalau
kita terlanjur amal jelek segera susuli amal baik. Insya Allah itu melebur yang
tidak baik.
Misalnya habis kasih
perempuan uang 50 ribu, begitu sadar itu tidak semestinya, segera kasih anak
yatim 50 ribu. Amal baik itu skornya sepuluh. Amal jelek skornya satu. Jadi
masih susuk sembilan. (jk-nks/27okt22)
Nama
lengkapnya; Drs.Djoko Sutopo Msc. Msi- panggilan akrabnya Mas Joko. Sepulang
meliput suasana INDIA pasca ditembak matinya INDIRA Ghandi, Perdana Menteri
India yang di dor Pengawalnya itu,
wartawan koran SUARA MERDEKA dan WAWASAN Semarang itu, mampir ke Pusdik
Mubarak Parung- Bogor, ketemu beberapa Mubaligh dan diskusi tentang Ahmadiyah
dll.
Dengan didampingi
N.Kukuh- Mas Joko keliling ke beberapa lokasi Pusdik Mubarak, dan observasi
sejumlah titik spot yang dianggapnya menarik.
Selain ke India, Dosen
Bahasa Inggeris IKIP Semarang ini, juga harus keliling ke beberapa Negara
Eropa, Jerman, Belanda , Itali , Perancis dll, untuk membuat liputan Exsklusip
bagi Koran Terbesar di Jawatengah tempatnya bekerja. Jebolan Universitas Satya
Wacana, IKIP dan UNS itu, sempat bercerita tentang sulitnya mewawancarai MADONNA- si Penyanyi
Sexy yang sedang ngetop waktu itu.
Pulang dari INDIA dan
Eropa, mas Joko mampir ke Masjid Hidayat Jalan Balikpapan I/10- Petojo Jakarta
Pusat.
Walaupun ada buget
untuk nginap di hotel berbintang Jakarta, Mas Joko telpon Kukuh saat sampai di
Bandara; bolehkah nginap dimesjid Hidayah sebelum pulang ke Semarang? Tanya mas
Joko. Boleh, jawab Kukuh.
Dengan ijin Dhiafat
JAI Jakarta ; Pak Hamid Ahmad Sukarjo, akhirnya
Mas Joko benar-benar ngerasain tidur seadanya di Kamar Sederhana ,
dilingkungan Masjid Hidayat Petojo, ditemani N,Kukuh.
Bangun tidur, setelah
sholat Subuh berjamaah di Masjid Hidayat Jakarta, mas Joko ngajak cari telpon
Umum, karena belum ada HP waktu itu. Jadilah nemu telpon Umum di sekitar
SARINAH Maal. Dari sana Mas Joko Membuat laporan ke Redaksi SUARA MERDEKA,
sejumlah situasi terbaru di di INDIA dan EROPA.
Setelah keliling
Jakarta, belanja sepatu di Pasar Baru, dll, Mas Joko ngajak pulang ke kontrakan
Kukuh di daerah Kumuh, Kawasan Jakarta Barat. Sore dan malam harinya , Kukuh
dan Istri yang sedang Hamil Tua, diajak mencari Toko yang jual Peralatan Bayi
terbaik di Jakarta. Di kawasan Cempaka Putih Jakarta Pusat itu, segala macam
kebutuhan Bayi – calon anak Kukuh ; Hakim Nursandi, diborong sepuasnya.
Mas Joko dan JURNALISME WA
Tak banyak yang tahu,
perkembangan Kehidupan Dunia dan Rohani seseorang. Tapi faktanya; diluar urusan
Dunia yang mungkin sudah merasa Cukup, sejak Agustus, September- Oktober 2022, Mas Joko selalu mengirim , via WA ke Kukuh,
Kisah-kisah Islam dalam Hadist, Qur’an, maupun dagelan2 gaya Pesantren Jawa.
Berikut
Serial Kiriman WA Mas Joko;
MENELAN
KECEWA: TIRAKAT PALING BERAT
PRIZE MANIA - HADIAH GRATIS TIAP SEPULUH MENIT.... KLIK FOTO DIATAS- BIAR TIDAK KECEWA... |
Sofyan
Ashari itu orang terkenal. Beliau gurunya Imam Syafei. Ada haditz yang
mengatakan: "Kamu harus sering silaturahmi dan memperbanyak teman."
Sofyan Ashari entah karena
alimnya, atau karena bagaimana, bilang pada temannya: "Lha iya, Rosulullah
ngendika supaya memperbanyak teman itu maknanya usahakan sesedikit teman."
Temannya bertanya:
"Bagaimana mungkin makna haditz kok dibalik?"
Sofyan Ashari menjelaskan:
"Maksudnya Nabi, kamu disarankan kumpul orang banyak, terus kesimpulannya
kamu kecewa. Kalau sudah kecewa, kesimpulannya punya teman itu tidak usah
banyak-banyak."
Temannya mula-mula tidak
percaya. "Ya kalau tidak percaya, cobalah," kata Sofyan Ashari.
Temannya lalu mencoba.
Pertama, berteman dengan penjual roti keliling kampung. Ternyata bertahun-tahun
berteman dengan penjaja roti keliling tidak ada perkembangan ekonominya.
Kecewalah dia.
Kemudian dia ganti berteman
dengan orang soleh. Tiap hari diajak memakmurkan mushola terus, tidak pernah
diajak makan-makan, atau apalah dalam pikirannya. Kecewalah dia.
Akhirnya dia berteman
dengan orang kaya. Nuraninya berontak. Tiap hari diajak makan. Dikasih duwit.
Lama-lama dia kecewa juga. Berteman dengan berbagai jenis orang ternyata tetap
kecewa.
Akhirnya dia menemui Sofyan
Ashari dan bilang: "Benar kau. Punya teman tidak usah banyak-banyak.
Sedikit saja. Yang sudah jadi teman biar tetap jadi teman. Tapi tidak usah
mencari-cari tambahan teman lagi."
Ini penting dibahas.
Karena logikanya berteman,
menurut dhawuhnya Rosulullah, orang punya akal itu siapa? "Qulu akilin
muta ghafir" -- "Orang yang dekat Pengeran itu orang yang punya akal
dan mudah melupakan".
Jadi kalau dikecewakan
orang atau dikecewakan bojo, mudah melupakannya.
Tidak seperti orang
pendendam: "Saya masih ingat dulu dia bilang apa pada saya. Itu saya
catat." Malah pakai dicatat segala.
Tirakat paling berat itu
"ngeleg" (menelan) kecewa. Tapi itu harus kita latih terus. Ketika
dikecewakn orang, lupakan itu. Cuma kalau punya hutang ya jangan dilupakan. (JK-NKS-26OKT22)
INTERAKSI
SOSIAL NABI DENGAN SAHABAT
Ada
yang unik dalam interaksi sosial Nabi dengan para sahabat. Misalnya ketika
salah satu dari mereka yang bukan suku Quraish membocorkan rahasia bahwa Nabi
akan menyerang Mekah dari Medinah, Sayidina Umar minta izin untuk membunuhnya.
Tetapi Rosulullah ngendika: "Jangan. Bagaimana pun ia ikut perang Badar.
Allah sudah dhawuh, siapa pun yang ikut perang ini, yang tewas mati sahid, yang
hidup diampuni dosa-dosanya."
Ketika pengkhianat
tersebut ditanya Rosulullah mengapa berkhianat, ia menjelaskan bahwa dirinya
bukan suku Quraish. Maka dia merasa perlu melindungi hartanya yang ditinggal di
Mekah agar tidak jadi rampasan perang (ghonimah). Maka ia terpaksa memberitahu
kerabatnya di Mekah bahwa akan terjadi perang yang akan dimenangkan pasukan
Rosulullah.
Dalam kesempatan
lain, Rosulullah bermaksud umroh ke Mekah. Di perbatasan kota beliau dihadang
orang-orang kafir Mekah. Beliau diperbolehkan masuk Mekah tetapi menunggu dua
tahun lagi.
Rosulullah mengalah.
Lagi-lagi Umar naik
pitam. Ia mengungkit-ungkit ngendikannya Nabi bahwa dijamin tidak ada hambatan
masuk Mekah, tetapi kenapa ada masalah? Bahkan Umar ngotot dan sampai-sampai
menyangsikan apakah Rosulullah masih Rosulullah atau sudah bukan?
Dengan tenang
Rosulullah ngendika: "Ya. Tidak ada hambatan masuk Mekah itu tidak ada
jaminan harus sekarang." Jawaban Rosulullah membuat Umar marah besar.
https://eeboox.com/ |
Ternyata di balik kemarahan Umar itu ada agenda tersembunyi. Ia marah bukan karena towaf dan ibadah lainnya di Mekah tertunda, tetapi karena ia sangat rindu pada segala yang ia miliki yang lama ditinggal ke Medinah. Termasuk rindu pada istri mudanya yang lama tak dikumpulinya .(jk-nks/25okt22)
Sayidina Umar itu kalifah. Ia pernah
jadi pendherek Nabi. Ia juga pernah jadi preman. Setelah Nabi kapundhut ia jadi
kalifah (pemimpin). Sebagai kalifah, hubungannya dengan orang lain bersifat
legal formal.
Kalau ada orang salah ya diberi
sanksi.
Lain halnya ketika belum kalifah,
jika ada orang salah dinasehati. Itu saja Sayidina Umar ngendika:
"Posisikan saudaramu pada posisi paling baik. Sampai benar-benar nyata
dugaanmu bahwa dia orang baik ternyata dia orang jelek."
Husnudon keliru itu tidak ada
hisabnya. Tapi suudzon keliru bisa berbahaya.
Ketika seorang mukmin jagongan dengan
seotang wanita kita anggap saja ia sedang melakukan pembinaan. Tetapi jika kita
menganggapnya sedang pendekatan menuju selingkuh jadi fitnah.
Jika anggapan membina tersebut salah
tidak ada hisabnya. Tetapi jika anggapannya selingkuh, jadi fitnah yang
hukumnya berat.
Jika ada kiai tidak pernah keluar
rumah anggaplah ia sedang khusuk. Jangan dianggap kurang pengalaman dan tidak
tahu apa yang terjadi di luar.
Jika ada kiai banyak berhubungan
dengan orang anggaplah ia sedang memperluas cakrawala dan syiar agama. Jangan
dianggap melegalkan korupsi dan penyimpangan.
Tahasud itu dimulai dari suudzon.
Setan itu tidak akan menggoda kiai untuk selingkuh. Itu terlalu vulgar. Itu
jorog.
Setan lalu menggoda kiai agar
suudzon. Kalau sudah begitu dia akan tahasud. Ketika dia menjalin hubungan
dengan pejabat dan koruptor dituduh merestui korupsi dan kongkalikong dengan
pejabat. Ketika dia klunak-klunuk khusuk di mushola dia dianggap kuper.
Akibatnya musholanya miring, tempat
wudhunya tutupnya hilang, kalau maghrib tiba dikenthongi sendiri, diadzani
sendiri, dikhomati sendiri, diimami sendiri.
(24okt22/jk-nks)
"Laa
ilaaha ilallah" itu basisnya ilmu. Surga yang begitu mewahnya itu dibuat
untuk yang melafatkan "laa ilaaha ilallah". Neraka ya ekstrim seperti
itu, yang jika sebuah benda dijatuhkan, menunggu 70 tahun untuk sampai di bawah
(bisa dibayangkan betapa susahnya untuk naik kalau sudah masuk ke dalamnya),
juga dibuat untuk yang menolak "laa ilaaha ilallah". Itu saksi yang
pertama. Saksi yang kedua, orang yang 70 tahun kafir sekali ia melafatkan
"laa ilaaha ilallah" langsung diampuni dosa kekafirannya. Kalau
demikian "laa ilaaha ilallah" itu kalimat yang sangat luar biasa.
Sesudah imam melafatkan salam di setiap sholat berjamaah di mesjid, umumnya
jamaah lalu meninggalkan tempat, tidak ikut wiridan. Wiridan yang di dalamnya
melafatkan "laa ilaaha ilallah" itu memang sunnah atau tidak wajib.
Tetapi seandainya mereka mengerti makna kalimah ini alangkah sayangnya tidak
ikut wiridan. (23okt22/ jk/nks)
Malaikat
sujud kepada Nabi Adam pada hakikatnya sujud pada perintahnya Allah, bukan
sujud pada Nabi Adam sebagai makhluk, karena makhluk sujud pada makhluk
selamanya tidak pernah boleh. Malaikat itu ya punya pikiran. Iblis juga punya
pikiran. Sama-sama punya pikiran, iblis agak lebih benar. Tapi itu cara
pikirannya. Namun cara manutnya malaikat lebih benar. Jadi kalau agama manut
pikiran yang benar iblis. Karena Adam itu dari tanah, aku dari api. Jadi keren
aku, kata iblis. Kalau cara malaikat tidak usah dipikir. Entah mana yang lebih
mulia, pokoknya Allah dhawuh begitu, ya dijalani. Jadi agama itu sanad.
Sebetulnya secara tauhid kita keberatan dikatakan ka'bah itu baitullah atau
rumah Tuhan. Terus tanya, Allah bertempat dimana? Di ka'bah. Kacau. Makanya
kita ikut menurut ulama. Ka'bah itu rumah yang mulia sampai diistilahkan rumah
Allah. Itu istilah hanya sebagai penghormatan. Bukan berarti Allah bertempat di
sana. "Idha fatut tasrif". Mesjid juga begitu. Jadi arah itu hanya
dipakai kesepakatan untuk menunjukkan bahwa kita sebagai muslim sujudnya ke
arah ka'bah. Makanya kita harus terus tanamkan, bahwa kita sujud hanya lillahi
ta'ala. Lha soal arah itu ya penting. Kalau tidak ada kesepakatan nanti sholat
menghadap segoro kidul. Repot. Perdebatan berlanjut. Surga untuk Nabi Adam itu
sama apa tidak dengan surga yang kelak kita tempati? Ada yang mengatakan sama.
Ada yang mengatakan tidak. Kalau sama dimana? Pendeknya, kaum muta'jilah tidak
percaya surga Nabi Adam itu ada. Surga itu luasnya melebihi langit dan bumi.
Kalau begitu di taruh mana? Kan tidak mungkin sesuatu yang lebih luas ditaruh
di tempat yang lebih sempit. Orang ahli sunnah percaya surga tersebut ada. Lalu
dimana? Ya embuh. Pokoknya ada. Ribet. Orang nganggur kurang penggawean itu
ribet. Wong masuk surga apa tidak saja belum tentu, sudah ribut. Cara kita,
masuk surga dulu, baru menerangkan. Secara teori lihat dulu baru bisa
menerangkan. Wong belum lihat sendiri kok menerangjan. Pas kita menerangkan,
ternyata mereka tidak di surga. Repot. (22okt22/ jk-nks)
Semua ilmu itu
sebaiknya kita pelajari agar kita bisa melihat sisi ekstrimnya, sisi buruknya.
Diantara sisi ekstrim ilmu balaqoh, misalnya, adalah bahwa kalau kita tidak
memahaminya kita akan mengatakan Qur'an itu bohong. Karena kita tidak tahu
tasbih itu apa? Dalam Qur'an Allah memaklumatkan bahwa orang kafir itu tuli,
bisu, dan buta. (sumum, bu'mun, umyun). Faktanya apa? Ternyata orang kafir itu
tidak buta, tidak tuli, dan tidak bisu. Kalau kita mengerti balaqoh kita akan
tahu ini tasbih yang baligh, perumpaan yang sempurna, kesusatraan. Kalau memuji
Nabi kita tidak boleh mengatakan "anta tasamsi" -- Engkau ibarat matahari. Itu tidak keren. Kita
mengatakannya "Anta samsun anta badrun" -- Engkau matahari engkau
rembulan". Itu balaqoh. Kalau orang sedang pacaran mengatakan "kamu
ibarat bunga" itu kurang keren. "Wah, kamu ya bunga saya itu".
Itu baru keren. Di antara balaqoh ada "wal i'yan bil kalimah
musyakalah" -- mendatangkan kalimat bukan dalam arti semestinya.
Musyakalah itu perimbangan. "Wamakaru wamakarullah" -- mereka
bermakar dengan tipu daya. "Wamakarullah" -- dan Allah pun melakukan
itu. Berarti Allah melakukan tipu daya? Ya nggak. Kalau itu dilakukan orang
dholim namanya tipu daya. Kalau dilakukan orang baik namanya kecerdasan. Di
tangan orang baik CCTV bisa melihat pergerakan pencuri. Di tangan orang dholim
itu bisa melihat pergerakan yang punya rumah sehingga bisa menentukan saat yang
tepat untuk mencuri. (21okt22/jk-nks)
Banyak ulama seperti
Ibnu Umar yang mokong jarang berdoa, karena berkeyakinan bahwa kriteria versi
Tuhan itu kalau kita lakukan dengan sendirinya kita masuk. Kalau kita masuk
kategori "minas sajiddin" kita segolongan dengan Nabi. Tentu Nabi
dalam posisi sebagai imam. Sebagai pemimpin besar dalam kelompok itu. Dengan
sering sujud kita masuk kelompok itu. Ketika kita masuk di situ maka ya kita
sekelompok dengan Nabi. Ini ilmu orisinil yang tidak terkontaminasi kepentingan
ulama, kepenting mursid, dan kentingan MC. Artinya ada dalil sesuai Qur'an dan
haditz. Jadi cara kerja malaikat itu nanti begitu. Kita masuk ke satu kelompok,
satu kategori, satu golongan. Kalau sudah satu golongan kita dipanggil atas
nama satu golongan. Lha dalam golongan itu ternyata imamnya Rosulullah SAW.
Ketika Rosulullah dipanggil: "Ya imam sajiddin" dan kita golongan
sajiddin, maka kita masuk di situ. Jadi siapa saja yang sering membaca ayat-ayat
Qur'an ya masuk kategori itu. Dia akan dipanggil lewat itu. Ini haditz shahih.
Makanya Ibnu Umar jarang berdoa. Beliau ngendika: "Yang penting kamu itu
soleh, karena kalau kamu soleh orang sedunia mendoakan kamu. Karena setiap
orang sholat pasti membaca "assalamualaina wa'ala ibadillahis
solihin". Tidak usah memaksa kiai mendoakan kita. Bawa gula lima kilo dan
salam tempel 100 ribu, lalu order: "Doakan saya ya pak yai." Jadi
semuanya dimulai dari masuk kelompok itu. Kalau sudah masuk kelompok itu kita
akan dipanggil atas nama kelompok itu. Karena sudah jadi sunnahnya Pengeran,
orang masuk surga itu tidak lewat jalur individu, melainkan lewat zumrah, lewat
suatu kelompok. Ini pentingnya kelompok. Dengan begini kita tahu silsilah
syafa'at Rosulullah. Ketika kita minta syafa'at itu, Rosulullah menjawab:
"Kalau begitu kamu harus memperbanyak sujudmu." Rosulullah sendiri
mendapatkan hak syafa'at lewat sujud tahajud. (20okt22/ jk-nks)
Kebaikan itu
sebetulnya ada di mana-mana, tetapi kita tidak menyadarinya. Makanya Nabi mencontohkan,
orang iktikaf dikatakan Nabi orang yang baik, orang yang jalan-jalan melihat
paku di jalan disingkirkan juga disifati Nabi orang yang baik, orang yang
merawat anak yatim juga disifati Nabi baik. Bahkan orang yang hubungan intim
dengan istrinya juga disifati Nabi orang yang baik. Sampai sahabat tanya:
"Masak urusan begitu dapat pahala, ya Rosulullah?" Nabi ngendika:
"Lho iya. Andaikan itu sama orang lain kan dosa. Berhubung itu dengan
istrinya maka dapat pahala." Kayak apa Nabi menghitung sekian banyaknya
kebaikan. Tahu-tahu di zaman akhir kubunya saja yang baik. Ini apa-apaan?
Rasanya iskal. Berhentilah. Bertobatlah. Kebaikan adalah yang dikatakan Allah
baik, baik di kubu kita maupun di kubu sebelah. Kubu sebelah ya apa saja. Baik
di partai kita maupun di partai lain. Baik di ormas kita maupun di ormas lain.
Karena semua kebaikan otoritasnya di tangan Allah. (19okt22/ jk-nks)
Menjaga agama,
menjaga nyawa, menjaga harta, menjaga nazab, menjadi kewajiban kita. Menjaga
agama agar tetap suci dari segala kontaminasi zaman. Menjaga nyawa penting
karena nyawa kita hanya satu. Kalau punya harta kita harus menjaganya. Menjaga
nazab wajib karena kita punya ayah punya ibu. Mereka harus kita kenali, kita
hafalkan, dan kita jaga baik-baik. Kita beruntung punya bapak bagaimana pun wujudnya.
Meski tidak jelas, barokahnya punya bapak kita bukan anak zina. Bayangkan
seandainya kita lahir di terminal malah tidak punya bapak. Kita mungkin tidak
bangga pada bapak kita. Memangnya hanya kita? Bapak kita mungkin juga tidak
bangga punya anak seperti kita. Kita gagah punya bapak. Bapak kita juga gagah
punya anak kita. Mungkin bapak kita tidak jelas pekerjaannya. Namanya Karmin. Tidak penting. Lumayan punya bapak.
Paling tidak ada yang mengambilkan rapot di sekolah. Tidak sempurna tidak
masalah. Di dunia tidak sempurna tidak jadi soal. Hanya Kanjeng Nabi yang wajib
sempurna. Wong tidak nabi kok pengin sempurna. Soal prestasi, yang penting
hidup ya sudah. Orang biasa saja kok pengin sempurna. Sekedar pengin saja itu
sudah menyiksa. Yang penting jangan merubah hukum Allah. Misalnya mengatakan
zina itu halal. Atau sholat itu tidak wajib. Kalau hanya mengatakan bahwa dia
tidak sholat karena malas itu hanya fasek. (18okt22/ jk-nks)
Imam
Ghozali ngendika: "Orang sedunia keliru semua itu Pengeran tetap sugih,
karena cara Pengeran, tidak ada barang nganggur." Kok nganggur gimana?
Misalnya ada orang nyopir bus. Busnya itu perjalanan Jakarta-jogja. Tidak laku.
Hanya sopir dan kernet. "Wah rugi busnya." Tapi gara-gara rugi,
karena cara menghitungnya sebab tidak ada penumpang, kan? Tapi katanya orang
pom bensin ada penumpang atau tidak tetap beli bensin. Artinya tetap ada
transaksi bensin, kan? Tapi yang punya bus sopirnya rugi, yang punya bus juga
rugi, karena tidak ada yang naik bus. Yang tidak naik bus itu misalnya 60
orang. Mereka yang tidak naik bus itu tidak pergi, tapi tetap 'marung' --
jualan di warung. Maka tetap ada transaksi ekonomi. Atau yang tidak naik bus
tersebut naik bus lainnya. Berarti yang bangkrut hanya sopir bus tersebut dan
yang punya bus. Itu pun karena tidak bersyukur. Tapi kalau syukur ya tidak rugi
juga: "Penak cah, sekali-kali lungo ra nggowo penumpang.
Mlaku-mlaku." Selesai. Tapi pertanyaannya, mereka kan tidak dapat duwit?
Dia menyesal itu kalau pengin dapat duwit. Wong dia tidak ingin dapat duwit.
Anggap saja jalan-jalan Jakarta-Jogja. Tapi dia kan bisa di-PHK. Di-PHK itu kan
cara majikan. Kalau cara Pengeran, bisa saja sudah disiapkan pekerjaan lain
yang lebih baik. Dari rahmatnya Allah diterima rahmatnya Allah. Dari rahmat Allah
yang satu ditampani rahmat Allah lainnya. Mleset dari rahmat yang satu mendapat
rahmat lainnya. Begitulah cara pandang para wali dan orang yang perek (dekat)
Pengeran. Misalnya di rumah kelon sama bojo seneng. Bosan, ditinggal ngaji,
seneng. Pergi ke rumah teman, seneng. Bosan dengan teman, pulang ditampani bojo
lagi, seneng. Mau makan, seneng. Tapi makan tidak enak karena mau buang air
besar. Setelah buang air besar seneng. Lalu pengin makan lagi. Sesudah makan
seneng, glegekan, kenyang, terus tidur. Bangun tidur seger. Seneng. Begitulah
manusia. Enak. Itulah yang disebut "bismika allahuma ahya bismika amud.
Alhamdulillah aladzi attamani wasakhoni waja'alani minal muslimin." Nanti
habis buang air besar mengucapkan "alhamdulillah". Jadi meninggalkan
"alhamdulillah" itu tidak bisa. Nabi dhawuh, melafatkan
"alhamdulillah" itu membuat timbangan antara langit dan bumi penuh.
Itu yang tahu filosofisnya. Yang tidak tahu ya melafatkan saja nanti insya
Allah ada barokahnya. (17okt22/ jk-nks)
Kenapa hukum Islam
berbeda-beda, serta bagaimana kita menyikapinya? Taat pada Allah dan Rosul itu
pasti wajib -- "qola baduhum taatullah warosullihi wajibatun
khot'an". Sekarang kalau pun ullul amri itu adalah penguasa, atau ulama,
atau guru, atau orangtua, itu dalam keputusan Islam yang ijma'; bukan dalam
keputusan Islam yang masih dikhilafkan. Dan tidak banyak masalah Islam yang
di-ijma'. Misalnya dalam sholat dhuhur, paling yang di-ijma' hanya bentuknya
yang empat raka'at. Variasi sedakep-nya mboh. Menaruh tangannya itu mboh di
bawah wudel, mboh di atas wudel, nempel dada di iga yang katanya hilang karena
dicuri Adam sebab kelebihan, diberikan pada Hawa, sehingga perlu ditutupi
(entah haditz dari mana). Sholatnya orang Turki pakai pakaian sipil lengkap
(PSL). Pakai jas, pakai dasi, pakai kaos kaki. Sholatnya orang Indonesia pakai
sarung. Orang Turki sholat tidak pakai sarung karena itu dianggap bukan pakaian
paling baik untuk sowan Allah. Sarung dianggap pakaian orang nganggur, untuk
tidur dan nyolong pelem. (16okt22/ jk-nks)
Rosulullah
Muhammad SAW bersabda: "Qulu umati mu'afan ilal mujahirin" --
"Semua umatku diampuni Allah kecuali yang memperlihatkan maksiatnya".
Misalnya zina kok di jalan, maling kok terang-terangan. Itu namanya bukan
maling, tapi nggarong. Atau habis zina bercerita pada orang lain, habis maling
memberitahukan pada orang lain. Malamnya zina ditutupi Pengeran, paginya malah
cerita pada orang lain. Ini yang tidak diampuni Allah. Orang-orang ada yang
bertanya: "Gus, ini haditz apa? Ini kan aneh. Orang berdosa cerita dosa
itu kan jujur. Di satu sisi ini statusnya jujur. Tapi kok malah tidak diampuni.
Yang membodohi, sok suci, malah diampuni?" Karena ini riwayat kita harus
membela Rosulullah. Caranya membela bagaimana? Misalnya seseorang pernah
maksiat lalu dalam perjalanan waktu memperoleh hidayah hingga suatu hari
menjadi kiai. Kemudian dalam dakwahnya bercerita bahwa ia pernah maksiat. Orang
banyak pasti akan membayangkan: "Wah, pak kyai yang kyai saja pernah
maksiat. Apalagi hanya saya. Berarti maksiat itu biasa." Lalu mereka
melakukan gerakan maksiat. Kan repot. Di sini kelihatan benarnya Rosulullah.
Bercerita maksiat itu jujur. Tetapi menimbulkan gerakan maksiat. Makanya baik
mana? Menceritakan itu semua atau diam? Jawabnya, baik yang diam. Kalau
terlanjur maksiat langsung istighfar. Sebab jika cerita akan menimbulkan
gerakan maksiat yang masif karena dianggap itu hal biasa. Bahkan ketika kita
melihat seseorang maksiat atau zina kita dianjurkan untuk pura-pura tidak lihat
dan tidak menceritakan pada orang lain. Sebab jika tidak ada saksinya kita dianggap
fitnah. Padahal kalau harus mencari saksi dulu zinanya sudah selesai. (15okt22/
jk-nks)
Betapa mudahnya
melakukan kebaikan. Pada suatu hari ada yang bertanya kepada Rosulullah:
"Ya Rosulullah, jika saya tidak bisa melakukan kebaikan yang membutuhkan
biaya, seperti sodaqoh, menyumbang pembangunan mesjid, menyumbang pembangunan
jalan, zakat, naik haji, dan sebagainya, apa yang harus saya lakukan?"
Rosulullah dhawuh: "Jika begitu kamu bisa membantu orang yang
bekerja." Orang tersebut masih bertanya lagi: "Jika melakukan kebaikan
yang aktif itu pun saya tidak bisa, bagaimana?" Rosulullah dhawuh:
"Jika itu semua tidak bisa, kamu bisa mengisolasi diri. Yang penting kamu
jangan sampai merugikan orang lain. Jangan sampai keburukan kamu berimbas pada
orang lain." Misalnya, seseorang yang sedang sumpek -- dan itu
sumpek-sumpeknya sendiri -- lalu main ke rumah teman jam 9 pagi. Gara-gara itu
teman tersebut mau berangkat kerja terganggu dan akibatnya dia terlambat masuk
kerja sehingga dikomplen majikannya. Itu tidak boleh. Karena dhawuhnya Nabi
keburukan kita jangan punya imbas merugikan orang lain. Kita harus tampak
senyum dan ceria ketika bertemu orang lain. Sementara itu ketika kita sedang
sumpek bawaannya cemberut, ingin emosi. Maka diingatkan pada seorang hakim agar
jangan mengambil keputusan atau vonis ketika sedang emosi. Akibatnya bisa
fatal. Sebagai pemimpin kecil, seorang kepala keluarga jangan mengambil
keputusan di saat sumpek dan emosi. Sulit memang. Tapi harus dilatih. (14okt22/
jk-nks)
Sidratul
muntaha itu dari kata "sidra" yang artinya daun, dan
"muntaha" yang artinya klimaks. Jadi maksudnya ada pepohonan yang di
situ batas akhir manusia tak bisa lagi menembus lebih jauh. Ketika Kanjeng Nabi
isro', Malaikat Jibril mengantar hingga sidratul muntaha. Sampai di situ
Malaikat Jibril mempersilahkan Kanjeng Nabi meneruskan sendiri sowan Allah.
"Silahkan itu sudah bukan level saya," demkian Malaikat Jibril
ngendikan kepada Kanjeng Nabi. Begitu mau melangkah masuk, Malaikat Jibril
ngendikan: "Sekarang saatnya mengucapkan salam kepada Allah." Maka
Kanjeng Nabi matur: "Attahiyyaatul
mubaarakaatush shalawaatut thayyibaatu lillaahi" -- "Semua kehormatan
yang barokah serta sholawat yang baik hanya milik Allah." Allah menyambut
salam dari Kanjeng Nabi dengan dhawuh: "Assalaamu 'alaika ayyuhaan nabiyyu
wa rahmatullahiwa barakaatuhu" -- "Aku jamin keselamatanmu, ya
nabi-Ku." Jadi dalam sholat ketika kita membaca "attahiyat" kita
mewakili dialek Allah kepada Kanjeng Nabi, dan dialek Kanjeng Nabi kepada
Allah. Ketika Kanjeng Nabi sudah dijamin keselamatannya, seharusnya sudah puas.
Tetapi beliau belum puas selagi masih ada satu saja umatnya yang tidak selamat.
Maka beliau menangis dan berharap kepada Allah agar semua umatnya juga dijamin
keselamatannya. Allah memenuhi harapan Kanjeng Nabi dengan paring dhawuh:
"Assalaamu 'alaina wa'alaa 'ibaadillaahis shaalihiina" -- "Aku
jamin juga keselamatan umatmu yang soleh." Para malaikat lalu memuji
Kanjeng Nabi, karena tidak egois mementingkan dirinya sendiri, melainkan juga
memikirkan semua umatnya. Mereka berseru: "Asyhadu ala ilaaha illallahu wa
asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi"
-- "Kami bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Dan Muhammad
benar-benar rosul Allah." Jadi dalam sholat, ketika membaca "attahiyat"
kita didhawuhi mendalami maknanya, betapa Maha Pengasihnya Allah, dan betapa
besar cinta Rosulullah Muhammad SAW kepada umatnya. Jangan hanya sholat
"plang-pleng". Yang sudah-sudah itu ya tetap diterima Allah. Tidak
usah mikir "Wah, kalau begitu sholat saya selama ini tidak sempurna dan
tidak diterima". Tidak usah begitu. Karena yang sempurna hanya Nabi.
Sampai mati pun kita tidak sempurna. (13okt22/ jk -nks)
Rosulullah Muhammad
SAW itu kagungan dua sisi standar. Yang pertama standar ideal. Yang kedua
standar bahwa kebaikan itu absolut. Misalnya dalam hal sholat berjama'ah, yang
berhak menjadi imam sholat itu yang bacaan Al Fatihah nya paling benar. Jika
bacaan Fatihah nya sama, dipilih yang ahli fiqih. Jika fiqih nya sama dipilih
yang lebih sepuh. Jika sepuhnya sama dipilih yang hijrahnya lebih dulu. Itu
standar ideal. Memang standarnya begitu. Tetapi Nabi juga ngendikan: "Jika
engkau sholat tetaplah jadi makmum meskipun imamnya sholatnya kurang benar,
karena ia mengajak melakukan kebaikan. Bahkan meskipun imamnya kelakuannya
kurang baik, misalnya suka mabuk. Karena pada saat sholat ia mengajak melakukan
kebaikan." Jadi untuk melakukan kebaikan itu tidak butuh orang baik.
Contohnya, ada ora habis zina habis maling, lalu dalam perjalanan pulang ia
melihat ada orang kecelakaan. Dia wajib menolong setelah soleh dulu, atau
seketika itu menolong? Jawabnya, seketika itu. Jika ada yang bilang:
"Sholat itu nanti kalau kelakuanmu sudah baik. Sedekah itu nanti kalau
hartamu sudah suci." Kalau itu dituruti, sama saja gendheng bareng.
(12okt22/ jk-nks)
Surat
Yasin kalau untuk dipakai wiridan ya tidak akan paham. Tapi sudah tidak
wiridan, malah mengharamkan. Tambah tidak karuan. Yang benar yang mana?
Sama-sama salahnya. Besuk ketemu Pengeran hadap-hadapan: "Gusti, kita
sudah lama berdebat di dunia. Tolong kasih keputusan." Pengeran duka.
Dua-duanya masuk neraka. Repot. Lha kebanyakan debat. Tidak pernah belajar.
Coba yang mengharamkan Yasin itu belajar detail. Kalau tidak tahu Arab-nya,
belajar terjemahannya. Nanti yang mengharamkan akan terus malu sendiri:
"Masak ayat seilmiah ini saya haramkan?" Yang biasa bikin jimat juga
belajar ilmiahnya. Nanti akan malu sendiri. Wong ayat tentang falaq, tentang
astronomi, kok kaitannya dengan jimat. Habis itu baru berdebat. Nanti akan
bener sendiri pendapatnya. Lha wong sama-sama tidak membacanya kok tiba-tiba
debat. Maka dari itu kita sadar, pikiran kita, otak kita, syaraf kita, semua
dikendalikan Allah SWT. Bukan kita yang mengatur. Surat yasin begitu bagusnya
kok diperdebatkan. Yang satu itu dikira bid'ah, yang satu itu dikira jimat.
Sama payahnya. Padahal sama-sama tidak ngajinya, banyak bicara. Maka ngaji,
Yasin itu isinya apa?; materi ilmiahnya apa? Membaca Qur'an itu ibadah, mikir
Qur'an itu ibadah, ngaji itu ibadah.
Debat itu membuat orang bertengkar. Itu bukan ajarannya Kanjeng Nabi. Apalagi
memperdebatkan Qur'an. Kanjeng Nabi ngendika, memperdebatkan Qur'an itu kufur.
Meskipun tidak kufur dalam arti keluar dari Islam. Tapi itu kriminal besar.
Wong Qur'an kok diperdebatkan. Ya sudah. Ada orang mencintai Qur'an dengan
membacanya secara tartil, itu ya baik. Ada yang mencintai Qu'ran dengan
mengkaji maknanya, itu ya baik. Ada yang mencintai Qur'an dengan percaya
berkahnya itu juga baik. Wong nyatanya tidak pernah baca kok kritik-kritikan.
Ada orang tanya ulama: "Membaca Yasin hukumnya bagaimana?" Sang ulama
berkata: "Baca dulu. Kalau sudah baru tanya hukumnya." Ternyata orang
itu tidak bisa membaca. (11okt22/jk-nks)
Kitab al Barzanji
yang dibaca dalam Maulid Nabi itu isinya adalah riwayat Rosulullah Muhammad SAW
sejak beliau lahir hingga menjadi Rosul. Tetapi karena yang membaca tidak
paham, dan yang mengkritik juga tidak paham, akhirnya itu dikira mantra,
sehingga dibilang bid'ah. Seandainya kubu sebelah yang mengatakan bahwa Maulid
Nabi bid'ah itu paham, mereka tidak akan mengatakan itu bid'ah. Paling-paling
mereja akan nengatakan itu sejarah. Soal bid'ah, Nabi Muhammad SAW juga pernah
dituduh bid'ah. Sayidina Abu Bakar juga pernah dituduh bid'ah. Jadi kalau kita
dituduh bid'ah, tenang saja. Jangankan kita, sahabat Rosulullah dan bahkan
Rosulullah sendiri pernah dituduh bid'ah. (10okt22/ jk-nks)
Yang
pertama mendapat nikmat dalam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau yang
dikenal dengan Maulid Nabi, adalah Abu Lahab. Padahal Abu Lahab itu kafir.
Karena Abu Lahab senang dengan kelahiran keponakannya tersebut, sampai-sampai
mau memerdekan budak untuk itu. Setiap hari Senin Abu Lahab memperoleh
keringanan hukuman karenanya. Jika orang kafir saja memperoleh berkah terkait
kelahiran Nabi, apalagi umat Islam yang mau merayakan kelahiran Nabi. Apalagi
pula jika mau menyumbang untuk perayaan tersebut. Kita senang menyambut
kelahiran seorang anak meskipun belum
jelas kelak anak itu akan menjadi orang soleh apa tidak. Kita tidak tahu apakah
anak itu punya prospek apa tidak. Jika merasa senang menyambut kelahiran
seorang anak saja kita tidak pernah mempersoalkan, meskipun tidak jelas kelak
punya masa depan yang baik apa tidak, apalagi Maulid Nabi itu menyambut
kelahiran seorang hamba Allah yang sangat mulia. Maka menjadi aneh, kalau ada
yang bilang Maulid Nabi itu bid'ah. Itu berarti menggugat rasa senang dan rasa
hormat hamba Allah kepada Kanjeng Nabi. Lalu orang macam apa itu? Sedangkan Abu
Lahab yang kafir saja menyambut gembira. (9okt22/ jk-nks)
Rosulullah Muhammad
SAW jika disakiti hatinya ngendika: "Nabi Musa yang disakiti hatinya lebih
pedih dari yang saya alami saja sabar menerimanya, jadi saya juga harus sabar
disakiti orang." Diriwayatkan, Nabi Musa bersama 70 orang umatnya naik ke
bukit Tursina, dijanjikan akan menerima Taurod di sana. Setibanya di bukit itu
Nabi Musa mojok lalu umak-umik matur ke Pengeran. Akhirnya Nabi Musa
benar-benar mendapatkan Taurod . Dengan bangganya kitab itu ditunjukkan pada 70
orang umatnya tersebut. Namun mereka malah bilang: "Tidak bisa. Kita tidak
percaya. Kamu bilang ketemu Allah, mana buktinya? Pokoknya kalau kita tidak
ikut ketemu Allah, ceritamu itu pasti bohong. Kok enak kamu mojok sendiri,
terus umak-umik, lalu bilang sudah ketemu Allah." Ucapan kaumnya Nabi Musa
itu membuat Allah tersinggung. Maka mereka semua disambar petir. Matilah sudah
semua pengikut Nabi Musa itu. Gantian Nabi Musa yang komplain: "Lho?
Bagaimana ya Allah? Mereka itu saya ajak untuk menjadi saksi bahwa saya telah
sowan kepada-Mu." (8okt22/ jk-nks).
Kita
sering kehilangan energi karena kita suka mengeluh. Ada kiai sowan ulama
mengeluh sumpek perkara ekonomi, perkara pengaruh, dan sebagainya. Oleh sang
ulama diberitahu bahwa dia alimnya belum tuntas. Karena ciri orang baik itu
diridhoi Allah apa tidak? Sementara kiai tadi pertanyaannya diridhoi manusia
apa tidak? Ada orang mengeluh: "Kulo niki Gus, urip loro kabeh, mboten tau
duwe duwit." Sang ulama yang dikeluhi bilang: "Lha memangnya yang
tidak punya duwit hanya kamu? Yang tidak punya duwit ya banyak." Orang
tadi menjawab: "Soalnya duwit itu penting, Gus." Sang ulama bilang: "Penting
mana, duwit atau Pengeran? Kalau lebih penting Pengeran, ya sudah. Kamu masih
punya Pengeran. Tidak punya uang itu biasa. Tidak punya uang ya cari. Tapi
tidak usah mengeluh. Yang biasa saja." Mentolerir umat mengeluh itu
bermasalah. Umumnya orang mengeluh kita dengarkan supaya lega hatinya. Tapi
masalahnya barang tidak bener kok didengarkan? Allah sangat tidak suka pada
umat yang mengeluh. Orang sekarang kalau diundang banyak alasan. "Saya
sekarang susah, Gus. Saya tidak bisa pergi-pergi. Anak saya masih kecil-kecil."
Dulu tidak punya anak pengin anak. Sekarang dituruti menganggapnya problem.
Kalau anaknya kapundhut stress. Mbok pakai bahasa yang sedikit Islami, susahnya
apa sih? Sang ulama kalau diundang tidak bisa bilang: "Saya punya anak
kecil. Dia sukanya main dengan saya. Saya juga suka. Wong namanya juga
main." (7okt22/ jk-nks)
Apa resiko iman yang
terkontaminasi pemikiran zaman now? Mimpin orang itu memang sulit. Kalau Nabi
itu kan nubuwah. Nubuwah itu melihat hidup ya biasa, melihat mati ya biasa
saja. Hidup ya ilabillah, mati ya ilabillah. Hidup ya di tangan Allah, mati ya
di tangan Allah. Manusia tidak bisa mengelola ruhnya atau nyawanya sendiri.
Orang yang dekat Pengeran melihat hidup dan mati sama saja. Orang sekarang
bilang kita bisa hidup karena menghirup oksigen. Orang sudah dikubur hidup lagi
itu janggal. Pohon bisa baca tasbih itu janggal. Tanah bisa baca tasbih itu
janggal. Batu bisa baca tasbih itu janggal. Jika kita ingin dekat Pengeran kita
diminta membayangkan jadi Nabi Adam. Zaman Nabi Adam disadari benar bahwa
manusia itu materinya dari tanah. Oleh karena itu menjadi biasa bersaksi tanah
bisa baca tasbih, pohon bisa baca tasbih, batu bisa baca tasbih. Apa bedanya
dengan kita? Bedanya batu tidak bisa membodohi orang lain, kita bisa. Orang
zaman sekarang menganggap tanah tidak bisa berpikir, kita bisa. Jangan lupa,
tanah itu kelak akan bersaksi bahwa kita pernah sujud di atasnya. (6okt22/
jk-nks)
Ahli
surga itu kurang kerjaan. Sholat sudah tidak wajib, puasa, zakat, haji sudah
tidak wajib, tidak ada pilpres, dsb. Sangking kurang kerjaannya, mereka sampai
jagongan, terus cerita: "Gimana enak apa tidak di surga?" Yang
ditanya menjawab: "Enak. Dulu di dunia saya punya teman atheis. Dia sering
melecehkan saya. Dia menilai iman saya itu mokal. Sudah jadi tanah kok bisa
bangun lagi. Sekarang dia di neraka. Ayo kamu tak ajak menengok dia."
Temannya tidak mau, maka ia berangkat sendiri setelah memohon fasilitas kepada
Allah agar bisa melihat temannya itu. Begitu ketemu ia melihat temannya itu
sedang "kejet-kejet" dibakar api neraka. Lalu ia bilang: "Nah,
dulu kamu melecehkan saya. Sekarang kamu baru percaya bahwa saya masih hidup
setelah mati saya yang pertama dulu, sementara kamu mengalami pedihnya
neraka." Sang ahli surga ini puaslah sudah, bisa mengungkapkan rasa sakit
hatinya waktu di dunia. Ia kini sudah bisa menyalurkan dendamnya. Ini pelajaran
bagi kita bahwa dendam itu penting tapi jangan disalurkan di dunia. Kalau mau
kita bisa menyalurkannya jika kita sudah di surga. Syaratnya kita harus di
surga. Jangan sampai dia yang di surga kita yang di neraka. Kita tidak usah
punya rencana ke neraka. Atau jangan-jangan sama-sama di surga tapi dia di atas
kita. Kita mungkin dicibir tidak becus mengurus negara dan keluarga. Karena
memang kita tidak serius mengurus hal-hal yang duniawi. Tapi kelak mereka baru
sadar bahwa kita yang benar dan mereka yang tidak beriman itu yang keliru.
(5okt22/ jk-nks)
Status kehambaan kita
harus selalu kita jaga. Karena status itu yang akan mengantarkan kita masuk
surga. Dalam mengaji, membaca banyak buku yang ditulis ulama itu penting agar
pikiran kita dipenuhi pikiran-pikiran ulama, bukan pikiran kita sendiri. Khusuk
itu maknanya takut. Takut itu maknanya ya takut. Takut itu ya kelas-kelasan.
Misalnya bapak memanggil anaknya: "Ndhuk, sini." Sekedar datang ke
arah beliau duduk, meskipun tidak nurut, itu sudah suatu point sendiri. Karena
dipanggil terus menghadap itu sudah bagus. Karena bandingannya a'bala dengan
atbaro. A'bala itu wajah. Atbaro itu dubur. Meskipun di hati si anak nanti ia
akan bilang tidak mau karena akan main itu sudah satu point tersendiri. Tapi
ada juga anak yang dipanggil bapaknya malah lari menjauh. Begitu pula ketika
sebagai hamba kita mendengar panggilan sholat. Maka yang terburuk dari seorang
hamba itu ketika dipanggil malah pergi menjauh. Ketika kita sholat kok sering
salah -- dan semua orang akan begitu kalau bukan nabi atau wali -- itu bukan
kesalahan yang fatal-fatal banget. Karena ada kebaikan yang kita lakukan yaitu
ketika kita dipanggil istijabah atau mengiyakan dengan menghadap. Nah, setelah
menghadap disuruh apa tidak nurut. Tidak nurut itu satu kesalahan yang tidak
mengganggu point yang pertama tadi. Pada zaman Nabi masih sugeng orang belum
soleh-soleh amat, ada yang bilang: "Ya Nabi, saya mau sholat, tapi jangan
dilarang meninggalkan kebiasaan saya mabuk-mabuk." Jawabnya Nabi: "Ya
nanti kalau kamu sering sholat lama-lama tidak lagi mabuk-mabuk." Nah,
kelirunya kita, kata "lama-lama" itu kita artikan harus sekarang.
Bisa saja ketika kita sholat kita sudah ditulis Allah nanti mati baik. Ndelalah
setelah isyak kita mati sebelum maksiat. Barokahnya sholat ada waktu yang
potensial itu kenangan akhir kita. Sholat itu identitas kita, sholat itu status
kita. Karena sholat pakai niat. Sementara maksiat itu tidak pakai niat.
Misalnya naik bus tahu-tahu ada orang cantik, terus jelalatan matanya. (4okt22/
jk-nks)
Ketika
kebenaran ternyata tidak sesuai dengan perilaku pejabat atau perilaku sebuah
pemerintahan bagaimana orang soleh harus menghadapinya? Rosulullah pernah
ditanya: "Kalau kita melihat pejabat-pejabat korup, apa pemerintahannya
tidak kita kudeta saja?" Rosulullah menjawab: "Jangan. Selagi mereka
masih sholat, masih ada harapan untuk kembali ke jalan yang benar."
Rosulullah dhawuh, kita wajib ingkar tetapi tidak harus perang. Kita bisa kenal
dengannya tapi kita ingkar karena perilakunya yang tidak benar. Kita kenal
bupati atau gubernur yang korup, misalnya. Kita selamat jika kita ingkar. Kita
tidak selamat jika kita ikut menikmati hasil korupsinya. Ini menunjukkan bahwa
ajaran Nabi tidak menganjurkan revolusi atau kudeta dalam menghadapi
kemungkaran. Selagi dunia ini masih dihuni orang yang memegang konstitusi agama
yaitu sholat maka itu masih normal. Dalam paham demokrasi suara terbanyak
memegang pemerintahan. Jika preman- preman adalah yang terbanyak di sebuah
negeri dan suara mereka mayoritas dalam pemilu, maka yang memegang pemerintahan
adalah preman-preman itu. Di Indonesia, salahnya preman-preman itu kalah suara
dengan masyarakat beriman. Bagi nabi dan ulama yang terpenting dalam sebuah
negara warganya mengakui eksistensi Tuhan dan mematuhi hukum-hukum Tuhan. Jika
hukum-hukum Tuhan diindahkan warga sebuah negara akan takut berbuat
kemungkaran. (3okt22/ jk-nks)
Keyakinan ulama
sedunia, nabi dan rosul itu tidak bisa dihitung jumlahnya. Sebagian dari rosul
itu oleh Allah diberitahukan kepada Nabi Muhammad, sebagian lainnya tidak
diberitahukan. Jadi nabi saja yang nabi, ada rosul-rosul yang beliau tidak
kenal. Cuma ada konvensi ulama sedunia bahwa yang wajib diketahui dan wajib
dikenal itu 25. Periodisasi dakwah atau kerisalahannya diidentifikasi oleh para
ulama lewat riwayat-riwayat, terutama oleh Qur'an dan haditz soheh. Dan itu
dimulai dari Nabi Nuh. Maka rosul pertama itu bukan Nabi Adam, karena yang ada
pada zamanya adalah hubungan bapak dan anak, sehingga tidaj dibutuhkan risalah
yang detaul. Nabi kedua adalah Nabi Idris yang tidak juga membawa risalah. Baru
kemudian Nabi Nuh yang mengawali kerasulan. Kenapa Nabi Nuh? Karena Nabi Nuh itu
yang pertana mendapat mandat membawa risalah, membawa aturan. Mulailah muncul
problem. Karena bawaan risalah dan aturan pasti ada yang melawan. Karena
dilawan, seorang nabi pasti punya metode atau panduan menghadapi lawan. Periode
dakwah Nabi Nuh itu 950 tahun. Selama waktu yang amat panjang itu segala macam
metode diterapkan. Mekipun demikian yang berhasil iman hanya 70 orang. Dalam
konteks zaman sekarang, para kiai dalam dakwahnya sampai ditempuh dengan cara
khusyuk, namun mayarakat menanggapinya biasa-biasa saja. Bagaimana tidak kaku
ati? (2okt22/ jk-nks).
Semua
nabi itu ada keluyurannya. Tapi kita disuwun kalau keluyuran yang tertib.
Misalnya hanya sampai Mekah dan Medinah. Karena Kalimantan itu tidak disebut
dakam haditz. Jadi dhawuhnya Nabi pergi yang penting itu "Latusadurikhal
ila salasati masati". Orang itu berani dhedhel-duwel jual -jual sapi lah
kalau demi tiga mesjid yaitu Masjidil Haram di Mekah, Mesjid Nabawi di Medinah
dan Madjidil Aqsa di Palestina. Sampai jual-jual lah boleh.Tapi tidak boleh
jual rumah. Jadi orang tidak boleh pergi-pergi sampai tenanan kecuali ke tiga
mesjid tersebut. Dan tiga itu tidak nyebut Kalimantan tidak nyebut Papua. Maka
kita disuwun, karena sekarang haji sulit,
kalau misalnya punya uang ya umroh. Wong umroh itu sekarang murah. Tapi
jangan yang murahan, sebab bisa-bisa hanya sampai Jakarta. Yang di atas 17
juta. Kalau yang di bawah 14 juta itu bisa-bisa tidak bisa pulang. Minimal
umroh agar Nabi pirsa kalau punya umat seperti kita: "Lho jebule ono cah
iki ta?" Jadi ngluyur itu penting, tapi yang pakai mikir. (1okt22/
jk-nks).
Allah bertanya kepada
para malaikat, siapa yang imannya paling kuat. Para malaikat menjawab tentu
imannya malaikat yang paling kuat, karena melihat Allah langsung, dan melihat
surga dan neraka. Tetapi Allah ngendika bahwa yang ajaib itu umatnya Rosulullah
Muhammad saw di akhir zaman. Mereka itu tidak melihat nabinya dan tidak juga
melihat surga dan neraka. Namun mereka iman kepada Allah -- "tubaliman
amanabi walam yaron". Dan mereka punya cara untuk supaya imannya
sekualitas iman malaikat. Mereka iman bahwa kalau alam raya ini wujud maka
sesuatu penyebabnya harus wujud. Masak, sesuatu yang tidak wujud menciptakan
sesuatu yang wujud? Kalau angka sepuluh ada, dan angka satu juta ada, pasti
dimulai dari angka satu. Sayid Abdul al Hadad ngendika: "Saya tidak
khawatir iman orang Islam akan tergantikan oleh paham atheisme atau yang lain.
Karena kalimah "laa ilaaha ilallah" itu kalimah yang mudah sekali
dipahami. Asal kalimah ini diajarkan dengan benar mereka setelah ketemu orang
atheis dan lainnya tidak akan murtad dan jadi atheis. Yang mungkin rawan
barangkali soal tahta dan wanita. Tapi soal iman tak tergoyahkan" orang
muslim Indonesia di Jerman, Prancis, Inggris, Australia, Amerika, Italia,
Belanda, Korsel, Hongkong, kalau ditanya mengapa tetap iman padahal orangtuanya
ya bukan kiai, mereka bilang: "Kalau iman ya tetaplah. Tuhan ada sebelum
alam raya ini ada. Kayaknya enggak lah kalau Tuhan kok ada setelah alam raya
ada." (30sept22/ jk-nks)
Orang
ujub adalah orang yang sombong sampai merasa tidak perlu menambah ilmu.
"Ibadahku sudah begini tidak perlu evaluasi. Ilmuku sudah top tidak perlu
belajar lagi". Itu namanya ujub. Kalau mental kita senang banget pada
hal-hal duniawi paksalah lawan dengan kona'ah atau nrimo. Kalau kita senang
banget pada pangkat jabatan lawanlah dengan kona'ah. Kalau kita punya sifat
hasud (drengki) pada orang lain lawanlah dengan berniat baik padanya. Jadi
hilangkan tiga sifat dengan tiga terapi. Misalnya kita hasut pada Zaed, habis
sholat kita mendoakan pada Zaed yang kita benci: "Ya Allah. Ampunilah
dosa-dosa Zaed. Rizkinya tambahlah."" Dengan demikian setan yang
menggoda kita hasut kalah oleh islami kita yang
malah mendoakan orang yang kita benci. Karena kita manusia. Kadang sifat
hasut itu datang sendiri. Kalau sifat hasut sudah datang sendiri lawanlah
dengan syariat, yaitu mendoakan orang yang kita hasuti. Setannya akan mangkel:
"Asem ki. Tak latih hasut kok malah begitu." Mengalahkan setan itu
ibadah. (29okt22/ jk-nks)
Tulisan-tulisan
selama ini menyampaikan apa yang diriwayatkan para ulama. Ulama itu tugasnya
menjelaskan isi Qur'an dan haditz. Ulama yang mana? Ulama yang credible, yang
diakui dunia, seperti imam Ghozali, Imam Buchari, Imam Syafei, Imam Hanafi,
Imam Nawawi, Abu Hasan as Shaddily, Abu Yasid al Bustomi, Syekh Abdul khadir
Jaelani, dll. Dalam kitab Ikhiya' juz 3 diterangkan pentingnya para guru
qur'an, guru ngaji, dan siapa saja yang membawa kebaikan agar supaya hidup itu
yang ikhlas, yang ceria. Alamatnya ikhlas itu ceria, guyon. Dalam kitab yang
dikarang Imam Ghozali itu dikatakan, kalau yang tidak guyon itu ya agak tidak
begitu ikhlas. Ada kiai kok mgrengut terus itu ya tidak begitu ikhlas. Kecewa
pada muridnya. Padahal murid seperti itu ya kersaning Allah. Lha yang mengirim
makhluk yang dijelaskan tidak paham paham itu siapa? Jawabnya, Allah. Jika
kecewa pada murid seperti itu berarti kecewa pada makhluknya Allah. Oleh karena
itu biarkan saja. Caranya ikhlas itu
bagaimana? Caranya yaitu dengan melupakan amal yang pernah kita lakukan. Untuk
itu kita perlu ceria, perlu guyon. Tujuannya guyon adalah supaya kita melupakan
amal kita. (28sept22/ jk-nks)
Ada
kiai amatir yang khusuknya banter tapi ilmunya pas-pasan bertanya pada seorang
ulama: "Gus, katanya ada orang sudah di neraka tapi kok masih bisa wiridan
'ya hanan, ya manan' . Apa itu tidak mokal?" Pertanyaan itu terkait
riwayat dimana Allah memanggil orang yang sudah di neraka tapi masih mau
wiridan 'ya hanan, ya manan' - Allah Maha Welas dan Maha Pemberi. Ketika Allah
bertanya mengapa, ia menjawab bahwa memuji Allah tidak ada hubungannya dengan
neraka yang ia rasakan. Allah lalu dhawuh: "Ya sudah. Kamu sekarang masuk
surga." Atas pertanyaan kiai amatir di atas sang ulama menjelaskan:
"Coba bayangkan, neraka yang panasnya seperti itu, bukankah juga tidak
bisa membuat orang mati 'plethes'? Paling hanya 'kejet-kejet'. Itu mokal apa
tidak? Mokal. Mengapa dua hal itu terjadi padahal semuanya mokal? Jawabnya
adalah 'innallaha syai'in khodir' -- Allah Maha Kuasa. Kalau begitu lebih hebat
mana? Neraka atau Allah. Jawabnya, Allah. Artinya neraka itu bukan sesuatu yang
menakutkan. Buktinya tidak bisa membuat orang mati. Tapi kita tidak usah ke
sana. (27sept22/ jk-nks.)
Sesuatu itu baik
kadang kita ketahui kadang tidak kita ketahui. Kita tidak pernah tahu,
misalnya, kenapa Allah mentakdir kita melarat. Ternyata jika kita sabar
menerimanya bakal menjadi penolong kita di akhirat. Menyabari keadaan adalah
salah satu jalur menjadi wali. Istri yang judes juga menjadi sarana ibadah kita
jika sabar menghadapinya. Maka kita diingatkan agar hati-hati berdoa. Doa
kreasi sendiri bisa keliru dan beresiko. Doa mohon agar sebagai polisi berprestasi
menangkap penjahat sebanyak mungkin berarti jika dikabulkan Allah harus
menciptakan penjahat sebanyak mungkin. Doa memohon jadi kaya tanpa
bersusah-susah usaha jika dituruti berakhir di LP. Karena di penjara makan
dicukupi tiap hari tanpa kerja. Doa agar jadi pejabat yang kaya dan berkuasa
jika dikabulkan bisa jadi pelindung judi online dan pengedar narkoba
internasional dan tega membunuh ajudannya sendiri. Berdoa punya istri cantik
bila dituruti bisa membuat pihak perempuan nelangsa. Maka berhentilah berdoa
yang mengikuti nafsu kita. Berdoalah seperti Rosulullah berdoa. Misalnya
"Allahuma antarobbi laila haila anta ...dst", dan doa yang diajarkan
Rosulullah pada Sayiddah Aisyah "Allahuma inni as-asaluka minal khairi...
dst". Insya Allah kita selamat tidak menanggung resiko yang tidak kita
harapkan. (26sept22/ jk-nks)
Wingi
aku nyekar sibu. Alhamdulillah lancar. (26sept22)
Terkadang
kita berdoa terkesan mengajari Allah. Agar terhindar dari resiko itu, kepada
Sayiddah Aisyah ra, Rosulullah mengajarkan doa yang lengkap: Allahuma inni
as-asaluka minal khairi kullihi 'aajilihi wa aajilihi maa 'alimtu minhu wa
maalam 'alam wa a'uudzubika minasy-syam kullihi 'aajilihi wa aajilihi ma'alimtu
minhuwa maa lam 'alam. Allahuma inni as-alukal jannaha waman qaraba ilaihaa min
qaulin aw'amalin wa a'udzubika minan naari wamaa qaraba ilaihaa min waulin
wa'amalin wa as-aluka mimma sa-alaka bihi 'abduka wa rasuuluka muhammadan
shalla allahu alaihi. (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dari segala
kebaikan yang cepat atau yang lambat, baik yang aku ketahui atau tidak aku
ketahui. Dan aku berlindung kepada Engkau dari segala keburukan yang cepat dan
yang lambat, baik yang aku ketahui atau tidak aku ketahui. Ya Allah aku memohon
pada-Mu surga dari perbuatan dan ucapan, dan aku memohon pada-Mu dari kebaikan
dan apa yang diminta oleh hamba-Mu dan Rasul-mu Muhammad saw dan aku memohon
untuk dijauhkan dari keburukan yang mana hamba-Mu dan Rasul-Mu Muhammad saw
berlindung darinya. Dan aku memohon pada-Mu apa yang Engkau tetapkan dan Engkau
jadikan akhirnya baik bagiku). -- HR Ibnu Majah. Doa ini memang lebih panjang
dari doa sapu jagad. Tapi lebih aman. Ada yang berani menghafalkan? (25sept22/
jk-nks)
Ayat yang turun
terakhir itu ayat tentang hutang dan riba. Karena hutang menyebabkan adanya
riba, karena riba disebabkan adanya hutang. Sekarang ini yang hutang bukan
hanya masyarakat. Para kiai dan santri ya tukang utang. Makanya BPKB-nya
pintar-pintar, karena sekolahnya berlama-lama. Ada apa tidak, dalam satu
kampung yang punya motor BPKB-nya tidak sekolah? Berapa prosentasenya? Ada nol
persen? Wah, itu berarti tukang menggadaikan semua. Dengan sertifikat tanah,
lebih banyak mana? Maksudnya sertifikatnya lebih banyak di rumah atau lebih
banyak di luar? Lebih banyak di rumah? Alhamdulillah, lebih banyak aman. Riba
itu gara-gara tempo. Orang kredit itu takut tanggal. Bukan takut pada akhirat
tapi takut tanggal. Kita disuwun kalau bisa jangan hutang. Rosulullah dhawuh: "Innama riba
binasiah". Karena memang jadi ruwet. Apalagi jika itu kiai. Memang tidak haram. Tapi lucu saja. Apalagi
kalau sampai disowani debt collector. (24sept22/ jk-nks.)
Abu
Yasid Al Bustomi ngendika: "Seandainya saya bisa melafatkan "laa
ilaaha ilallah" dengan bersih, saya tidak akan risau dengan amalan-amalan
saya lainnya. Muridnya bertanya: "Yang dimaksud bersih itu
bagaimana?" Sang guru menjelaskan: "Bersih itu artinya, jika tidak
ada "aku" dan tidak ada "amal". Jika saya masih berkata:
"Ya Allah, saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah -- 'laa ilaaha
ilallah', itu belum bersih, karena masih menganggap "aku" ada dan
penting. Mestinya saya berkata: "Ya Allah, karena hidayah-Mu dan rahmat-Mu
saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah -- laa ilaaha ilallah". Sudah
begitu, kalau saya masih menganggap lafatku itu ibadah, yang berarti menggarap
balasan surga, maka itu juga belum bersih. Mungkin yang benar-benar bersih
adalah ketika kita masih kecil melafatkan "laa ilaaha ilallah" tanpa
unsur "aku" tanpa unsur
"amal". Anak kecil melafatkannya tanpa menganggap itu sebagai amalan
dengan keinginan balasan surga. Tapi semakin tua kita semakin banyak keinginan.
(23sept22/ jk-nks.)
Banyak alasan adalah
ciri orang munafik. Ketika Nabi hendak berperang, datang seseorang dan berkata:
"Ya Rosulullah. Benarkah besuk pagi panjenengan hendak berangkat
perang?" Nabi menjawab: "Ya benar. Besuk pagi saya berangkat perang.
Memangnya kenapa?" Orang tersebut bilang: "Sebenarnya saya ingin ikut
berperang. Tetapi istri saya hamil tua. Anak saya sedang sakit. Persediaan
makanan menipis. Jadi saya minta izin tidak bisa ikut berperang."
Rosulullah memaklumi keadaan orang tersebut dan mengizinkannya tidak ikut
berperang. Tetapi kemudian Allah dhawuh: "Ya Muhammad, engkau Aku maafkan.
Tetapi seharusnya tidak demikian. Engkau
keliru telah memberi izin pada orang itu. Jika dia taat pada-Ku dia akan tetap
ikut berperang. Karena yang mengutus perang adalah Aku. Dia seharusnya tidak
menjadikan anak istri sebagai alasan. Karena anak istrinya itu milik-Ku."
Sebagaimana maturnya Sayidina Umar, Rosulullah sungguh amat disayangi Allah.
Allah menyalahkan Rosulullah dengan cara yang demikian menyejukkan. Sebelum
menunjukkan salahnya, Allah terlebih dahulu ngendika bahwa Allah memaafkan
kesalahan itu. Pesan dari riwayat ini apa?Pesannya, senang pada Tuhan jangan
banyak alasan. Taat pada dhawuhnya Allah dan Rosulullah jangan banyak alasan.
Mengacu apa yang diriwayatkan Imam Ghozali, kita mestinya malu pada kayu kurma
penyangga mesjid Nabawi yang menangis ketika ditinggal Rosulullah, tidak lagi
dipegang saat khotbah karena Rosulullah sudah dibuatkan mimbar. Kayu yang tidak
punya akal saja menangis ditinggal Rosulullah, kita yang punya akal
santai-santai saja jauh dari Rosulullah. (22sept22/ jk-nks.)
Besuk
ketika ketemu Pengeran itu perdebatannya pertama masalah darah. Orang yang
terbunuh secara dholim akan menggandeng yang membunuh lalu matur Pengeran:
"ini lho, Gusti, orang yang membunuh saya secara dholim." Kalau ada
yang dibikin bangkrut oleh seseorang, boleh matur Pengeran: "Ini lho
Gusti, orang yang telah membikin saya bangkrut." Pertanyaannya, dia bangkrut
karena dibodohi atau karena memang ia tidak becus berusaha? Kalau karena tidak
becus jadi masalah. Atau dibodohi tapi yang membodohi istri sendiri. Punya
istri engkek menghabiskan harta. Ribet. Ya sudah. Tidak usah menuntut. Apalagi
ia bangkrut karena anaknya sendiri yang
menghambur-hamburkan harta orangtua. Ya kalau begitu tidak usah mengadu
ke Pengeran. Ribet juga. Sebaiknya disepura saja. Didholimi oleh orang sesama
muslim juga ribet. Maka disepura saja. Nanti di akhirat saja cocok-cocokan di
depan Pengeran. (21sept22/ jk-nks)
Kita diingatkan,
kalau kita ingin jadi mukmin sejati, iman itu dilatih selalu bil ilmi. Dengan
ilmu. Caranya apa? Lihatlah Nabi Adam. Dia tahu betul kalau dia dari tanah. Dan
asalnya manusia itu dari materi tanah. Sehingga kita tidak bisa menstatuskan
tanah itu benda mati. Karena materinya kita yang punya akal pun dari tanah.
Dari situ saja kelihatan bahwa kita sama dengan tanah. Kalau kita materinya
dari tanah apa bedanya dengan tanah? Terus begitu. Dilatih terus begitu. Syech
Abdul Hamid Khan, ulama besar dari India
mengatakan, manusia itu kecerdasannya akan terbodohkan oleh adat
istiadat yang dia lihat terus menerus. Misalnya, orang bilang ayam dari telur
itu mungkin. Karena ayam itu selalu menetas dari telur. Telur itu benda mati.
Lalu pecah jadi ayam. Terbang ke sana kemari. Terus tumbuh besar, bedhigasan,
selingkuh, dan akhirnya punya anak cucu. Kita percaya itu. Pertanyaannya, kita
percaya itu karena itu mungkin dan kita bisa bikin, ataukah karena kita sering
melihat? Dari kita tidak bisa bikin itu mokal bagi otak kita apa tidak? Mokal.
Meskipun sering terjadi kita sendiri tidak bisa bikin. Artinya kita bilang
mungkin itu hanyalah karena kita melihat itu sering terjadi. Kita tidak
membikin. Berarti kita tidak memberi kontribusi dalam status mungkin dan tidak mungkin.
Tetapi bila kita bilang dari sebutir kerikil dalam kemampuan Allah bisa keluar
seekor ayam, kita akan dibilang gendheng. Karena belum pernah terjadi
sebelumnya. Jika kita ditanya, mungkin apa tidak, dari sebongkah batu keluar
seekor unta? Dengan engkeknya kita bilang, tidak mungkin. Bagaimana kita yang
sama-sama tidak ikut menciptakan lalu mengatakan ini mungkin itu tidak mungkin?
Di sinilah tauhid kita diuji. Jika tauhid kita sudah benar akan kelihatan kita
ada nurnya. (20sept22/ jk-nks)
Yang
dinamakan sombong itu melihat dirinya terhormat, sedangkan melihat orang lain
hina. Ia merasa paling benar. Yang demikian itu bisa kita lawan dengan tawadu'.
Yang dinamakan tawadu' itu melihat dirinya hina, sedangkan melihat orang lain
mulia. Dalam banyak hal santri itu lebih baik ketimbang kiainya. Dengan segala
keterbatasannya mereka hormatnya bukan main pada kiainya. Sementara kiainya
kalau merasa haknya tidak dipenuhi menganggap tidak dihargai. Mahasiswa dalam
banyak hal juga begitu. Dengan uang saku pas-pasan dan sepeda butut bisa datang
kuliah bersyukurnya bukan main. Sementara dosennya kalau merasa haknya tidak
dipenuhi protes. Tentu masih banyak kiai dan dosen yang tawadu'. Mbah Hamid
Pasuruan itu kalau bicara dengan santrinya
"basa". Mbah Maimoen
ketika dikasih air minum yang sudah tidak asin oleh Dinas Pengairan setempat
menolak. Beliau mau menerimanya jika santri-santrinya yang saat itu masih minum
air asin kelak sudah bisa minum air yang tidak asin. Ulama terkemuka saat ini
kalau memberi ceramah minta duduknya sama tinggi rendahnya dengan yang
diceramahi. Bukan dengan panggung megah dengan sound system seharga jutaan.
(19sept22/ jk-nks)
Rosulullah pernah
dhawuh: "Kamu harus sholat, kalau bisa sholat sebelum sholat subuh.
Fadilahnya sholat sebelum sholat subuh (sholat qobliyah) itu lebih baik dari
dunia seisinya." Maksudnya bagaimana? Kita iman tapi tidak tahu maksudnya.
Maksudnya Nabi, kita kenal Rukhin kenal Mustofa itu tidak ada gunanya. Tapi
kalau sujud itu ada gunanya. Besuk di akhirat ya itu yang lebih baik dari dunia
seisinya. Jangan kok terus merasa, saya kalau sudah sholat sebelum subuh terus
punya uang banyak. Kapitalis itu. Pikiran yang elek itu. Kita kalau sudah
begitu, matilah tidak masalah. Insya Allah masuk surga. Sayidina Umar karena
sahabat dekatnya Rosulullah juga melakukan seperti yang dilakukan Kanjeng Nabi.
Ketika dia ditusuk dan keluar darahnya, dia yakin mau meninggal, dia bertanya
siapa yang menusuknya. Diberitahu bahwa yang menusuk orang majuzi. Sayidina
Umar bilang: "Alhamdulillah Gusti, yang membunuh saya orang yang tidak
pernah sujud." Umar itu pendendam. Pendendam dalam arti yang baik. Ia
tidak rela kalau orang yang membunuhnya masuk surga. Orang yang sholat sekali
saja potensial masuk surga. Sementara orang majuzi yang membunuh dia tidak
pernah sholat. Betapa esensialnya sujud. Di dunia ini yang paling penting
sujud. Lainnya itu hanya variasi. (18sept22/ jk-nks)
Tidak
semua doa itu baik. Seorang ibu yang secara ekonomis hidupnya sudah tercukupi
datang pada seorang ulama minta didoakan agar suaminya kaya raya. Oleh sang
ulama ibu tadi ditanya apakah siap menerima konsekuensinya jika doanya
dikabulkan. Dengan meyakinkan ibu tadi menjawab siap. Sang ulama lalu berkata:
"Jika Allah mengabulkan doa ini, yang berarti suami ibu jadi kaya raya,
yang dievaluasi pertama tentu rumahnya. Rumah yang ada sekarang bakal direhab,
diganti bangunan baru yang lebih megah. Jika rumah sudah megah, yang dievaluasi
kedua adalah mobilnya. Mobilnya yang tua dan butut bakal dijual, lalu beli yang
baru, gres dan mewah. Kalau mobil sudah ganti yang baru dan mewah, yang
berikutnya dievaluasi istrinya. Istrinya yang tua dan loyo bakal diganti yang
baru yang lebih cantik dan joss. Bagaimana? Masih tetap ingin saya berdoa
seperti keinginan ibu?" Tanpa pikir panjang lagi, ibu tadi menarik
perkataannya. Ia batal meminta sang ulama berdoa agar suaminya kaya raya. Ia
tobat seketika. (17sept22/ jk-nks)
Dalam hadits soheh
yang diriwayatkan Sunan Ibnu Majah, ada seorang ibu yang menyalakan tungku
untuk memasak (cethik geni) sambil menggendong anaknya yang masih balita. Agar
api membara, ibu tersebut meniupnya berkali-kali. Akhirnya bara api
diperolehnya. Tapi tina-tiba bara api membesar. Sadar akan bahaya panasnya api,
ibu tersebut cepat-cepat melindungi dan menjauhkan anaknya. Setelah aman dan
merenung sejenak, ibu tersebut sowan Rosulullah dan bertanya: "Ya Rosulullah,
benarkah Allah itu arrohman nirrohim? Ibu tersebut menceritakan tentang apa
yang baru saja dialami ketika ia menyalakan tungku. Mendengarnya Rosulullah
menangis. Membayangkan betapa besar cinta ibu itu pada anaknya sehingga tidak
rela kena panasnya api. Lalu Rosulullah menjawab: "Qolla na'am. -- "Benar. Allah Maha Penyayang dan Maha
Pengasih. Cinta Allah pada hambanya
melebihi cintamu pada anakmu. Jika engkau tidak tega anakmu terjilat api, Allah tidak tega hambanya masuk
neraka." Semua ini menggambarkan bahwa normalnya Allah tidak sampai hati
hambanya masuk neraka. Lalu mengapa tetap ada makhluk-Nya yang masuk neraka?
Itu karena makhluknya sendiri yang mendekati neraka. (16sept22/ jk-nks)
Ya
Allah, berikan sholawat Engkau kepada Nabi Muhammad yang karena beliau alam ini
menjadi tersaji indah. Semua dunia seisinya itu dilaknati kecuali dua hal yaitu
orang alim dan orang belajar atau orang yang menopang orang alim dan orang
belajar. Misalnya, maknanya baik itu apa? Mulanya kita jawab, baik itu tidak
jelek. Jelek itu tidak baik. Tetapi setelah hadirnya Rosulullah, maknanya baik
itu mendapat izin Allah. Maknanya jelek tidak mendapat izin Allah. Misalnya
Ruchin itu pelanggan sarkem. Kalau dia membayar dia disebut pelanggan yang
baik. Kalau dia tidak membayar dia disebut pelanggan yang jelek. Misalnya
Ruchin ketua copet. Kalau anak buah yang setor banyak disebut baik. Yang tidak
setor jelek. Artinya makna kata baik dan jelek itu akan selamanya begitu.
Tetapi ketika kemudian ada ilmu menjadi lain. Pokoknya zina itu jelek, copet
itu jelek. Tidak ada tambahan kalau yang membayar baik yang tidak membayar
jelek. Yang setor baik yang tidak setor jelek. Itu bahaya. Karena orang akan
mengukur standar dunia itu menurut persepsi manusia. Misalnya kita mau ke
Singapore. Orang LSM itu kalau memuji Singapore berlebihan. Kata mereka, tidak
ada negara sebersih dan sebaik Singapore. Singapore maju, tertib tidak ada
korupsi. Tidak seperti Indonesia, orangnya malas, tidak disiplin, banyak
korupsi. Malah ditambah-tambahi: padahal banyak kiainya. Jadi perbandingannya
perbandingan ekonomi. Seandainya perbandingannya perbandingan ilmu, kita akan
sadar bahwa bagaimana pun bersih dan tertibnya Singapore melihat orang di sana
tidak sujud jadi lalu beda. Niatan mau ikut memuji jadi batal. Perbandingan ekonomi
membuat orang silau. Tapi perbandingan ilmu jadi lain. (15sept22/ jk-nks)
Mbah Hamid Pasuruan
itu sangat disegani di Jawa Timur. Pada suatu hari di sebuah rumah ada tiga
orang minum-minum hingga mabok. Di tembok rumah itu ada fotonya Mbah
Hamid. Salah satu pemabok yang punya
rumah itu bilang pada teman-temannya: "Yak opo rek. Nek mabok ojo neng
kene. Sungkan karo Mbah Hamid." Temannya menjawab: "Gak popo. Iku
mung foto." Di luar dugaan, merasa idolanya dilecehkan, pemabok yang tuan
rumah itu marah besar. Terjadilah pertengkaran fisik seru hingga para tetangga
berdatangan melerai. Setelah tahu duduk perkaranya para tetangga geli. Apa
hikmahnya? Meski pemabok -- dan mabok itu dilarang agama -- orang itu tidak
terima kiainya diremehkan. Ia membela kiainya. Ia membela agamanya. Itu
nengingatkan kita, ketika seorang laki-laki menyerang sesama penumpang yang
tidak setuju sholat Jumat digelar di geladak kapal. Dalam interogasi polisi
bertanya apakah dia sholat juga, dijawab "tidak". Dia bilang:
"Meskipun saya tidak pernah Jumatan, tapi saya tidak terima ada orang
menghina Jumatan." Begitulah orang membela agamanya. Di Rembang lain lagi.
Kalau lebaran, kiai idola di sana dibanjiri tamu nyucup sang kiai. Mereka banyak yang tatooan
dan tidak pernah sholat. Ketika ditanya kenapa mereka sowan kiai, mereja
bilang; "Kulo nek idola teng kiai. Tapi ampun ken sholat." Kita tidak
pernah tahu. Mereka masih menyimpan mahabah di hatinya, seberapa pun kadarnya.
(14sept22/ jk-nks.)
Nabi
Nuh itu berdakwsh 950 tahun, umatnya yang iman 80 orang. Nabi Muhammad itu
umurnya 63 tahun, berdakwah sejak umur 40 tahun, sehingga praktis beliau
berdakwah hanya 23 tahun. Meskipun demikian umat yang iman jutaan orang.
Mengapa? Nabi Nuh tidak cukup sabar menghadapi umatnya yang mbrengkel, sehingga
sebagian besar umatnya binasa karena adzab. Sementara Nabi Muhammad tetap
mengharapkan umatnya yang tidak iman suatu ketika kelak akan iman. Dengan sabar
beliau terus berdakwah meskipun umatnya mbrengkel. Dakwah Nabi berbasis
kesederhanaan. Sebagaimana Sayidina Umar menyanjung, Nabi tidak canggung
bergaul dengan orang biasa. Nabi juga mau menikah dengan orang biasa. Jika
makanan yang didhahar jatuh, Nabi tidak malu mengambilnya. Nabi bahkan tidak
gengsi menjilati jari-jarinya ketika habis makan. Nabi jika makan tidak
sembunyi. Baliau makan di muka publik, bahkan terkadang di depan pintu. Itu semua
menunjukkan bahwa beliau juga manusia. Semua kesederhanaan itu alangkah
indahnya. Kesederhanaan itu mengilhami persyaratan kebaikan. Melakukan kebaikan
tidak harus dengan syarat yang sulit. Untuk menjadi kiai tidak harus orang yang
sudah mapan ekonominya. Jika itu syaratnya hanya sedikit yang bisa jadi kiai.
Islam ada di Bali barokahnya para penjual sate yang merantau di sana. Bukan
orang-orang kaya yang punya pengaruh. Kesederhanaan itu juga terasa dakam
berpakaian. Para ulama sekarang umumnya hanya bersarung, berbaju biasa, dan
berpecis biasa. Sebagai orang yang soleh dan alim mereka tidak ingin umat
kesulitan berpajaian. Bayangkan jika mereka semua sorbanan dan jubahan, umat
tidak mudah menirukan. Ribet. (13sept22/ jk-nks.)
Penyempurnaan
sayyidul istghfar:
Allahumma anta Rabbi laa ilaaha illa anta, kholaqtanii wa anaa 'abduka
wa anaa 'alaa 'ahdika wawa'dika mastatho'tu a'udzubika min syarri maa sona'tu,
abuu ulaka bini'matika alayya, wa abuu-u bidzanbii, faghfirlii, fainnahuu,
layaghfirudz dzunuuba ila anta (12sept22/ jk-nks)
Sayiddul istighfar
itu tidak dimulai dari astaghfirullah. Istighfar paling tinggi itu sebagaimana
diajarkan Rosulullah: "Allahuma antarrobi lailaa haila anta qolaqtani
wa'anna abdika wawa'dika wastato'tu audhubika minsharima sona'tu abu'ulaka
bini'matika alaya wa'abuhu widamdi
wa'firli laya'firlu dhunuba ila anta" -- Ya Allah. Panjenengan
Pengeran saya Tidak ada pengeran selain Penjenengan. Bagaimana pun Panjenengan
sudah terlanjur membuat saya wujud. Resikonya membuat, kadang saya ya maksiat.
Saya tetap kawula Panjenengan. Selagi saya mampu saya akan menjalankan perintah
Panjenengan. Genthonya seperti apa saya di dunia, tetap saya sowan Panjenengan
membawa nikmat Panjenengan. Bagaimana pun saya kembali pada nikmat Panjenengan.
Status saya wujud itu karena membawa
nikmat Panjenengan. Gara-gara wujud saya menyaksikan wujud Panjenengan.
Gara-gara wujud saya kalau mau maksiat ya sungkan. Kalau saya pas dosa
Panjenengan ampuni. Karena saya salah. Wong sudah wujud kok durhaka pada
Panjenengan. Jadi harus Panjenengan ampuni. Yang bisa mengampuni hanya
Panjenengan." Jadi tidak membahas diri kita diampuni atau tidak. Itu tidak
penting. Kadang kita masih bertanya dalam hati "saya diampuni apa tidak,
ya? Nabi hanya mengajarkan bahwa hanya Allah yang bisa mengampuni. Makanya
kalau kita mau mati hanya disuruh mengucap Allah, Allah, Allah. Atau laa ilaha
ilallah. Sudah. Jangan ditambahi yang lain. Misalnya, saya mohon surga-Mu ya
Allah. Itu wilayah Allah. (11sept22/ jk- nks.)
Masalah
yang paling sensitif di zaman akhir itu adalah menghadapi sesama orang Islam
yang soleh. Kesalehan-kesalehan yang justru menjadi tragis bagi agama, pada
zaman Nabi disebut kaum kawarij. Orang kawarij itu soleh. Soleh top.
Sehari-harinya hanya nderes Quran, hanya sholat terus. Nderes, sholat. Nderes,
sholat. Ya soleh ibadah wajibnya, ya soleh ibadah sunnatnya. Tetapi justru Nabi
ngendiko, orang soleh model ini wajib diperangi. Makanya kalau ada kiai yang
soleh nemen-nemen itu malah salah, karena bahaya bagi agama. Soleh yang
berlebihan itu berbahaya bagi agama. Kelompok kawarij yang teridentifikasi
sejarah dan yang telah diramalkan Nabi itu muncul pada zaman Sayidina Ali.
Ketika Sayidina Ali perang dengan orang Muawiyah, dan karena perang, orang
saling bunuh, saling tikam, saling menghujad, orang-orang kawarij itu risih. Ya
risih pada sayidina Ali, ya risih pada muawiyah. Katanya pemimpin Islam, tokoh,
orang soleh, tapi kok pekerjaannya perang, ngrasani orang dan bertengkar.
Makanya kelompok kawarij ini menganggap Ali ya kafir, muawiyah ya kafir.
Akhirnya kelompok ini berkeyakinan, membunuh Ali ya ibadah, membunuh muawiyah
ya ibadah. Maka kelompok kawarij ini keluar dari tatanan Ali, juga keluar dari
tatanan muawiyah. Dari mengkafirkan orang zina, maling dan koruptor, mereka
menganggap perempuan itu sumber segala masalah, sumer fitnah, dan serba hitam.
Mereka tidak menyadari jika orang soleh menjauhi perempuan, maka orang dholim
yang mendekati. Akibatnya melahirkan generasi dholim. Mereka menganggap orang
kaya salah karena mereka anti harta. Mereka tidak sadar jika orang soleh miskin
semua dunia akan dikuasai orang dholim. Mereka menganggap orang yang menjabat
itu salah. Mereka tidak sadar jika orang soleh tak ada yang menjabat negara
akan dikuasai pejabat-pejabat yang dholim. Mereka soleh tapi tanpa perhitungan.
Akibatnya semua sendi-sendi kehidupan runtuh dan orang dholim makin banyak,
orang soleh makin sedikit dan tergusur. (10sept22/jk-nks)
Rosulullah dhawuh dan
mayoritas ulama meyakini bahwa sholat itu dianggap tidak sah bila tanpa baca Al
Fatihah. Gairah baca Al Fatihah atau semangat baca Al Fatihah itu hilang saat
lafat-lafat yang menjadi pakem sudah menjadi rutinitas. Agama atau apa saja itu
kehilangan ruh ketika hanya menjadi rutinitas. Maka menjadi tanggung jawab para
wali, para ulama, atau siapa saja, untuk menghidupkan agama lagi, lewat upaya
bahwa itu harus menjadi mental, menjadi karakter, harus menyatu dengan hati.
Kita berkali-kali di-ijazah-i para guru kita supaya sering membaca Al Fatihah
seratus kali. Itu dari segi rutinitas,
dari segi jumlah. Tetapi lebih dari itu, kita sebagai orang yang
menyaksikan perubahan zaman, kemudian Al Fatihah dan agama itu tergusur oleh
kata-kata yang diciptakan masyarakat modern seperti demokrasi, kesejahteraan,
dan sebagainya. Mengapa Al Fatihah disebut umul kitab, dan mengapa itu
diulang-ulang dalam sholat? Ketika kita melafatkan "alhamdulillah hirobbul
alamiin" bahwa segala puji, segala nikmat, segala keagungan, segala yang
ada di bumi ini, hanya milik Allah robbul alamiin, itu satu kata pakem dalam
Islam. Bahwa segala puji, segala kebaikan, segala yang baik, itu milik Allah.
Kenapa ini dikatakan pakem. Di era jahiliyah tentu orang mengkaitkan nikmat itu
karena berhala, karena Lata dan Usha, di era modern orang mengkaitkan nikmat
karena uang, karena fasilitas, di era yang semu sekarang ini orang mengkaitkan
nikmat kalau kalau menjabat, kalau punya pengaruh. Sehingga ketika kita bisa
memusnahkan ini semua, menghilangkan ini semua, dan meyakini bahwa semua nikmat
itu karena Allah, semua kebaikan itu karena Allah, maka ini menjadi pakem dalam
Islam. Alhamdulillah. Segala puji milik Allah. Bahwa yang berhak dipuji hanya
Allah. Oleh sebab itu Allah benar-benar tersanjung. Allah ngendika:
"Hamba-Ku benar-benar memuji-Ku" Kata pakem dalam
"alhamdulillah" itu benar-benar pakem. Satu kata yang luar biasa.
Karena dapat menghilangkan kesyirikan, memantapkan tauhid. Sehingga ruh
alhamdulillah sebagai ruhul Islam itu kelihatan sekali. Mengapa memuji Allah
itu dimulai dari alhamdulillah? Segala perilaku hamba, segala mental seorang
hamba, itu harusnya arahnya menyanjung. Makanya alhamdulillah. Tidak istighfar.
Alhamdulillah itu paling sering diulang-ulang dalam Qur'an. Sehingga menjadi
pakem. (9sept22/ jk-nks.)
Ketika
ada bencana alam berupa gempa dan banjir dimana baik orang dholim maupun orang
soleh kena semua, Nabi Musa protes kepada Allah: "Kados pundi to Gusti?
Ada gempa dan banjir kok yang kena semua? Mbok kalau menurunkan azhab itu yang
proporsional. Yang dholim monggo. Tapi yang soleh jangan." Karena hatinya
kesal setelah protes Nabi Musa gremang-gremeng terus sampai kelelahan hingga
mengantuk dan tertidur bersandar di bawah pohon besar. Tiba-tiba punggungnya
digigit semut ngangrang. Nabi Musa marah besar. Dicari rumah semut tersebut
lalu dibakar habis semua penghuninya. Allah kemudian ngendikan: "Sa, Musa.
Kamu itu bagaimana? Wong yang menggigit punggungmu cuma satu semut kok semua
semut kamu bunuh? Mestinya yang kamu balas ya satu semut saja." Nabi Musa
kaget sekaligus heran. Lalu ia berkata: "Lho? Gusti njawab to?" Ya
tidak begitu. Allah tidak usah ditafsirkan menjawab protes Nabi Musa. Pokoknya
Allah ngendika begitu. Sudah. Allah juga bukannya tidak proporsional. Karena
jika ada korban gempa dan banjir, yang soleh berstatus mati sahid, yang tidak
soleh berstatus mati sangit atau dholim. Begitulah hukum Allah. Jadi jangan
mempertanyakan kehendak dan keputusan Allah. Sebab kalau dibiarkan, orang akan juga mempertanyakan hujan yang
turun di laut: "Gusti, kenapa hujan turun di laut? Bukankah di laut itu
air sudah berlimpah?" Semua wali tidak berani berdoa agar tidak ada gempa
tidak ada banjir. Sebab kalau tidak ada musibah orang yang dholim tidak takut
azhab Allah. Karena azhab diturunkan orang dholim jadi takut. Yang soleh pun
jadi takut. Tapi bedanya, takutnya orang soleh menjadikannya semakin dekat
dengan Allah, sementara orang dholim hanya sambat wodhah-wadhuh dan semakin
menjauh dari Allah. (8sept22/jk-nks.)
[05.10, 9/9/2022]
Joko Sutopo Drs Msi: Kesalehan-kesalehan yang over itu akan bahaya bagi kita.
Karena agama nanti seperti melukai hukum sosial. Misalnya kita sedang nderes
Qur'an lalu anak kita menangis kita biarkan. Istri kita minta tolong kita
abaikan. Berarti kita demi Qur'an tapi melukai hukum sosial. Sementara Qur'an
yang kita baca itu artinya: "Lakukan kebaikan. Allah mencintai sesuatu
yang baik." Kita membaca Qur'an itu melakukan kebaikan. Kita mengurus anak
itu perintahnya Qur'an. Kita menolong istri itu juga perintahnya Qur'an. Abdul
Khosim Junaedi, tokoh toriqoh termasuk paling banyak diikuti itu, seumur
hidupnya puasa. Tetapi kalau ada tamu beliau makan. Ketika ditanya mengapa,
beliau menjelaskan bahwa beliau makan itu karena menemani tamunya makan. Jadi
beliau makan itu bukan karena nafsu, tetapi karena menemani tamu. Setelah
tamunya pulang beliau neneruskan puasanya. Kalau di antara kita sholat jadi
imam, Rosulullah dhawuh agar cepat. Di belakang imam itu ada ibu-ibu yang harus
segera menyusui anaknya. Di belakang imam itu ada PNS yang terikat jadwal
kerja. Di belakang imam itu ada pedagang ayam potong yang harus bergegas ke
pasar. Oleh karena itu sunnah nabi itu variasi implementasinya banyak. Bahkan
"ngumpuli bojo" itu juga bagian dari beragama. Karena jika semua
orang "ngumpuli bojo" pusat-pusat prostitusi akan tutup. Maka jika
"bojo" tidak mau dikumpuli, Nabi tidak berkenan. Karena itu berarti
menyumbang tetap dibukanya pusat-pusat prostitusi.
[05.47, 9/9/2022] N.
Kukuh Sudjano (XL): (7sept22/ jk-nks)
Mu'atoh
itu transaksi non-verbal tapi maklum. Kalau kita makan pisang goreng di warung,
itu membeli atau mencuri? Dikatakan membeli wong belum bayar sudah dimakan.
Dikatakan mencuri kok terang-terangan. Kalau anak kita atau sahabat kita pakai
sepeda motor kita tanpa minta izin terlebih dahulu, itu pinjam atau mencuri?
Pada kasus pisang goreng, jika dianggap membeli, bisa timbul masalah ketika
kita mau membayar pisang yang normalnya seharga seribu rupiah ternyata dihargai
lima ribu rupiah. Kita yang membayar jadi tidak ridho. Kalau itu
dipermasalahkan, lalu dibawa ke pengadilan, hakim akan memenangkan yang jual
pisang goreng. Karena dalam ilmu fiqih, yang mempunyai otoritas atas pisang
goreng itu adalah yang punya pisang goreng, yaitu penjualnya, bukan kita yang
membeli. Begitu pula pada kasus sepeda motor di atas, kita berhak untuk tidak
ridho ketika ternyata ditabrakkan. Jadi intinya, orang yang tidak memiliki
otoritas atas suatu barang sebaiknya berhati-hati ketika hendak memakan atau
memakainya. Mahasiswa yang kehabisan uang saku biasa masuk warung makan
langsung pesan makanan dan minuman yang dimaui. Begitu kenyang lalu bilang pada
yang punya warung bahwa kali ini dia bon alias nyathet. Yang punya warung
padahal sudah membayangkan bakal terima sejumlah uang. Tapi kalau bilang lebih
dulu kalau makannya hari itu bon mungkin tidak boleh. (6sept22/ jk-nks.)
Kita sering
menganalisis presiden, menganalisis menteri, menganalisis gubernur. Tetapi kita
tidak pernah menganalisis diri kita sendiri.
Bagaimana kiat menyelesaikan kemiskinan yang melilit kita, misalnya.
Seorang ulama kharismatik menawarkan ilmu "susuk" untuk menghadapi
kemiskinan. Jika kita punya uang seratus ribu, lalu kita ingin beli
"jajanan", kita disarankan pergi ke pasar. Maka kita bisa mendapatkan
jajanan banyak dan hanya menghabiskan 30 ribu. Sehingga kita mendapatkan yang
kita inginkan dan sekaligus mendapat "susuk" 70 ribu. Dengan demikian
kita serasa jadi orang kaya. Akan jadi lain halnya jika kita pergi ke pusat
jajan yang menyediakan oleh-oleh untuk wisatawan luar kota. Uang seratus ribu
serasa tidak ada nilainya. Ulama Abdul khosim Junaedi lebih ekstrim lagi. Suatu
hari ia menyuruh santrinya beli daging dua kilo. Santri yang diberi uang
duaratus ribu itu tidak berhasil mendapatkan daging dinaksud lantaran tidak
cukup uangnya. Setelah melapor, sang ulama bilang supaya beli yang murah saja. Santrinya
tidak paham maksudnya. Dijelaskan, yang murah ya tidak jadi beli. Jadi ulama
dulu suka guyon untuk melupakan nafsu. Kita bisa menirunya. Kalau tiap hari
menu makan yang disajikan istri kangkung melulu, kita tidak perlu kecewa. Kita
bisa bilang, misalnya: "Wong kok dipadhakna wedhus. Saben dina dipakani
kangkung." (5sept22/ jk-nks.)
Rosulullah
Muhammad SAW dhawuh "Siapa di
antara kalian yang merawat dengan sebaik-baiknya dua anak perempuanmu hingga
baleq (dewasa) dengan komitmen anti perzinahan dan kemungkaran, kemudian
menikahkannya sesuai syariat, besuk di surga bersama saya." Rata-rata anak
perempuan yang jatuh ke jurang kenistaan adalah akibat tidak terlindungi kasih
sayang orangtuanya dengan sebaik-baiknya. Silsilah perzinaan rata-rata akibat
tidak bertanggung-jawabnya orangtua. Orangtua yang menahan diri demi
anak-anaknya besuk akan dijamu di surga. Cara berpikir wali itu kalau suka
sesuatu dihindari, karena takutnya nafsu. Sesuatu yang tidak disukai dijalani,
misalnya tidak suka puasa, dipaksa dirinya puasa. Abdul khosim al Junaedi itu
sangat menyukai sate. Demi keyakinannya sebagai wali yang harus menghindari
sesuatu yang disukai, beliau tidak makan sate selama empat puluh tahun. Beliau
kalau makan hanya berlauk garam. Murid-muridnya bertanya: "Mbah, penjenengan
kok betah dhahar namung lawuh uyah?" Beliau menjawab bahwa ketika beliau
makan selalu ingat dirinya sehat. Dengan demikian ia merasa nikmat sehat itulah
yang menjadi lauk makannya. Sehingga makannya tetap terasa nikmat. Ketika istri
ngambek tidak mau berhubungan sebagaimana layaknya suami-istri, mestinya justru
jadi kesempatan bagi suami untuk tahajud karena tidak ada yang mengganggu.
Tidak sebaliknya, tidak mendapat dunia karena tidak dihiraukan istri tapi juga
tidak mendapat akhirat karena tidak beribadah lain sebagai gantinya. Alangkah
meruginya jika itu yang terjadi. Kembali ke soal anak, lalu bagaimana kalau
tidak punya anak kandung? Solusinya merawat dua anak, bisa laki bisa perempuan
dengan komitmen anti zina dan anti kemungkaran. (4sept22/ jk-nks)
Manusia itu mempunyai
watak dasar konflik dan mental konflik itu tidak dihilangkan Allah sama sekali
kecuali nanti sesudah di surga. Sifat drengki sifat hasud itu dihilangkan
setelah di surga. Di dunia itu antar orang soleh pun juga hasud, apalagi yang
tidak soleh. Ya begitulah seninya. Sama-sama orang Indonesia geger rebutan
presiden. Rebutan mesjid geger. Bahkan rebutan mengklaim sholatnya paling syah
dan torekohnya paling bener juga geger. Padahal tahu bahwa otoritas ada pada
Tuhan tapi menang kalah yang penting geger. Uniknya lagi, manusia itu kalau
ingin damai juga harus punya alat untuk bertengkar. Kalau tidak akan
diinjak-injak. Logikanya, sebuah negara yang punya bom nuklir akan merasa rugi
berdamai dengan negara yang tidak punya bom nuklir ketika mereka bersengketa.
Dibom saja selesai kenapa harus damai? Kalau kamu ingin damai siapkan alat
perang selengkap mungkin. Dalam dunia yang banyak gesekan-gesekan sekarang ini
menyediakan alat perang secanggih mungkin sehingga seimbang dengan musuh kita
justru akan membuat kita damai. Karena kita punya posisi tawar yang kuat. Rusia
membuktikan hal itu. Dengan memiliki persenjataan yang dahsyat secara militer
dan ekonomi, Amerika Serikat dan NATO "ngeper" untuk berhadapan
langsung dengan Beruang Merah yang sedang marah sekarang ini. (3sept22/ jk-nks)
Kalau
ada riwayat sohehah, riwayat itu benar dari Rosulullah, maka kita tidak punya
pilihan kecuali mengimani, meskipun hati kita menanyakan. Dan itu tidak sampai
murtad karena terjadi pada Rosulullah SAW. Ada sahabat namanya Hilal bin Umayah
melihat sendiri istrinya zina. Karena tidak bisa mengambil sikap ia matur ke
Rosulullah: "Ya Rosulullah, saya melihat sendiri istri saya zina. Saya
harus bagaimana?" Nabi jawabnya standar: "Itu benar apa tidak, kamu
harus punya empat orang saksi. Kalau tidak maka kamu kena hukum
memfitnah." Sahabat tersebut memberanikan diri membantah: "Rosulullah
itu bagaimana? Kalau saya harus mencari empat saksi, bukankah perzinaan itu
sudah selesai?" Jika pengaduan itu ditolak, Hilal dihukum cambuk 80 kali
karena memfitnah. Jika diterima istri kena hukum rajam. Hilal pun pulang sambil
berkata: "Ini harus ada wahyu baru. Hukum Rosulullah ini nanti pasti
direvisi Allah." Mendengar itu Rosulullah tidak tersinggung. Dan benar
turunlah wahyu. Kemudian Rosulullah memanggil Hilal dan istrinya. Rosulullah
dhawuh: "Ya benar, dalam kehidupan suami istri, saling menuduh itu tidak
salah, tetapi ada syaratnya, yaitu suami harus bersumpah empat kali bahwa ia
melihat sendiri istrinya zina. Lalu yang kelima, bersumpah jika ia bohong
disambar petir. Istri harus bersumpah empat kali bahwa ia tidak melakukan zina.
Yang kelima bersumpah jika ia bohong disambar petir. Hilal pun bersumpah. Tiba
giliran istrinya untuk bersumpah, terjadi perdebatan dalam batin. Akhirnya
berketetapan untuk menjaga nama baik keluarga,
istri ini berbohong dengan bersumpah bahwa ia tidak berzina. Ia rela jika harus
menerima azhab akibat sumpah palsunya itu. (2sept22/ jk-nks)
Kanjeng Nabi itu
hidupnya antara lain di Mekah. Mekah itu dari dulu namanya Umil Uroh. Di Mekah
itu ada ka'bah. Ka'bah itu sangat dihornati orang Jahiliah. Orang Islam juga
sangat menghormati ka'bah. Islam itu kelihatan benernya tenan itu antara lain
barokahnya Abu Jahal. Abu jahal itu oleh orang Jahiliah disebut Abal Hatam
(Bapak Segala Kebaikan). Ia tokoh panutan orang Jahiliah. Orang Islam sangking
mangkelnya menyebutnya Abu Jahal (Bapak Segala Kebodohan). Abu Jahal itu
religius. Sangat sangat religius. Di depan para pengikutnya, mau berangkat
perang Badar, Abu Jahal berdoa pada Tuhan agar siapa pun yang salah, terbunuh
dalam perang nanti. Sangking kersaning Allah, Abu Jahal tewas dalam Perang
Badar tersebut. Maka para pengikutnya sejak itu menyadari bahwa Abu Jahal yang
keliru dan Islam itu yang benar. Perang Badar dimenangkan orang Islam. Namun
setahun kemudian pecah Perang Uhud. Kali ini orang Islam yang kalah. Allah
rupanya memberi pelajaran bahwa bagaimana pun orang Islam itu manusua. Sebagai
manusia, jika perang ada kalanya menang, ada kalanya kalah. Jika setiap
peperangan orang Islam selalu menang, maka berangkat perang bukan demi Allah
melainkan karena yakin pasti menang. Dari kisah Abu Jahal ini Allah memberi
pelajaran bahwa orang salah pun ada gunanya. (1sept22/jk-nks.)
Tidak
semua menepati janji itu baik. Dua sahabat main judi. Perjanjian dibuat, yang
kalah harus mrmbayar yang menang. Judi pun dimulai. Yang satu menang, yang satu
kalah. Tapi yang kalah tidak mau membayar yang menang. Yang menang lalu kapok
main judi dengan yang kalah tadi. Dalam hal ini tidak menepati janji baik apa
tidak? Jawabnya, baik. Karena kedua sahabat tersebut tidak lagi berjudi. Coba
kalau menepati janji. Yang menang akan ketagihan judi. Ada lelaki kasih uang
satu juta pada seorang pelacur. Pelacur tersebut janji mau ditiduri nanti
malam. Ternyata pelacur tersebut tidak mau ditiduri. Dalam konteks ini pelacur
tidak menepati janji baik apa tidak? Jawabnya "baik". Karena lelaki
tersebut tidak jadi zina. Coba kalau pelacur tadi menepati janji, lelaki
tersebut akan ketagihan dengan pelacur tadi. Jika saja penjudi dan pelacur
tersebut punya akhlak, mereka akan menepati janji. Ternyata tidak. Barokahnya
ingkar janji, berjudi dan zina terhindari. Jadi, ilmu itu di atas akhlak. Jika
ilmu didahulukan kita selamat. Jika akhlak ditempatkan di atas ilmu tidak ada
gunanya juga. Semua syariat keabaikan itu asumsinya untuk orang soleh. Menepati
janji bagi orang yang soleh itu baik. Senyum itu baik untuk orang soleh. Senyum
pada orang yang pikirannya ngeres akan dikira mau diajak yang aneh-aneh.
(31agst22/jk-nks.)
Orang itu harus
percaya diri. Seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Muhammad disebut pinter
hujjah. Orang kafir itu bikin ukuran kebenaran sendiri: "Kalau Muhammad
bener ia harus bisa membangunkan orang mati." Ukuran itu yang menciptakan
mereka, kan? Nabi jadi korban ukuran itu, disuruh membangunkan orang mati.
Mestinya kalau fair, mereka yang bikin ukuran itu, mereka yang membangunkan
orang mati. Lalu Nabi tinggal menanyai. Fair. Bukannya mereka yang bikin
ukuran, Kanjeng Nabi yang disuruh menjalani. Seperti orang bikin ukuran
berteman. Otaknya jelek dan tamak
membikin ukuran teman akrab: "Kalau kamu temanku akrab beneran, kamu
pinjami uang aku dua juta. Mosok dengan teman akrab duwit dua juta saja
eman." Lho. Mengapa? Kalau mau hutang, bilang saja hutang. Tidak usah
pakai ukuran seperti itu. Tiba-tiba kok bikin ukuran kalau teman akrab pinjami
uang dua juta. Kalau begitu kita juga bisa bikin ukuran: "Kalau kamu teman
saya beneran, jangan mengganggu saya". Kita jangan terprovokasi orang
dholim. Kita tidak usah terjebak ukuran yang dibikin masyarakat. Sekali kita
menuruti, mereka akan menuntut terus. Perilaku mbrengkel itu terkadang terpaksa
dijawab dengan "cangkem elek". Orang kafir dulu bilang pada Kanjeng
Nabi: "Mad, kambing yang mati sendiri kamu katakan haram. Tapi kambing
yang mati karena kamu sembelih kok halal. Agamamu itu agama apa?" Sahabat
yang yang paham itu ungkapan orang mbrengkel menjawab dengan "cangkem
elek": "Ya sudah. Yang mati disembelih itu saya yang makan, yang mati
bangkai itu kamu yang makan." (30agst22/jk-nks.)
Rosulullah
berdoa: "Ya Allah, berikan saya rizki jiwa yang tenang, yang iman, siap
bertemu dengan-Mu dan ridho menerima apa pun yang menjadi qodo' dan
qodar-Mu." Kita boleh menirunya. Jiwa yang tenang seperti ini membuat kita
siap menerima kekalahan. Kita ikhlas dan ridho terhadap peparingnya Pengeran. Selanjutnya
orang yang ditakdir istighfar adslah alamat ia diampuni Allah. Allah selalu
memberi harapan pada orang fasek sekalipun. Sehingga janggal bila melihat orang
fasek sebagai musuh yang harus dihabisi, sementara Allah dhawuh agar kita
membinanya. Di sekitar aras, empat ribu tahun sebelum dunia dibuat, Allah sudah
dhawuh bahwa Allah zhat yang mudah memaafkan. Jika kita bertobat Allah pasti
menerima. Bukan karena tobat kita yang sempurna melainkan karena luasnya rahmat
Allah. (29agst22/ jk-nks.)
Masalah-masalah
sosial itu kriterianya tidak pernah selesai. Karena orang pasti memakai
teorinya masing-masing, memakai asumsinya masing-masing. Yang perlu diingat
oleh kita semua, jangan gemar menuruti orang lain. Sebab jika dituruti bisa
berantakan. Dalam konteks suami-istri misalnya, mereka bilang: "Wong wedok
wani karo wong lanang. Pegat wae!!." Orang lain yang bilang begitu, kita
mencerai istri atau tidak, mereka tidak urusan, tapi kita akan kehilangan istri
beneran. Ketika anak kita nakal, mereka bilang: "Anak kayak gitu jangan
diaku anak!" Kalau dituruti yang bilang begitu tidak menanggung akibatnya.
Tapi kita akan kehilangan anak beneran, karena anak akan minggat beneran.
Jangan gemar urusan keluarga dikonsultasikan pada orang lain. Orang lain itu
tetap tidak setahu kita. Tidak seperasaan dengan kita. Nabi Ibrahim menjadi
sebaik itu setelah dididik Allah. Sebelumnya juga tidak kurang ngawurnya. Nabi
Ibrahim terhindar dari sikap Nabi Nuh yang membiarkan umatnya yang tidak iman
celaka. Nabi Ibrahim mohon pada Allah: "Ya Allah, saya bersyukur umatku
yang iman Engkau selamatkan. Tetapi aku mohon umatku yang tidak iman Engkau
ampuni." Sikap Nabi Ibrahim inilah yang diteladani Nabi Muhammad SAW.
(28agst22/jk-nks.)
Benarkah
kita kelak bisa melihat Allah? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus tahu
ilmu wusul. Orang disebut wusul pada Allah, seperti Abu Hasan as Shaddily sudah
wusul, Abu Yasid al Bustomi sudah wusul,
Abdul Khosim al Junaedi sudah wusul. Maknanya wusul itu bagaimana? Orang yang
wusul pada Pengeran bukannya secara fisik ia berdampingan dengan Allah.
Maknanya wusul itu mengerti atau makrifat tentang sifatnya Allah. Karena kita
yang khadis tidak akan bisa berjejer dengan Allah yang khodim. Meskipun sudah
di surga, tidak bisa kita wusul pada Allah dengan arti jasmaniah. Ada yang
mengatakan orang alim surga itu bisa melihat Allah, bisa sowan Allah. Bagaimana
pun kita itu makhluk jika dibilang bisa melihat Allah, tidak bisa melihat
seperti yang dibayangkan. Dibilang besuk orang lihat Allah ya tidak bisa
mensifati-Nya. Tidak bisa mengamati dengan detail. Karena dzat yang khodim itu
tidak bisa tersentuh oleh dzat khadis. Lalu caranya wusul itu bagaimana? Ya
kita mengerti Allah itu Dzat yang Suci, Dzat yang Agung, Dzat yang Akbar. Allah
yang gumregeting hati kita begitu ya tidak begitu. (27agst22/ jk-nks.)
Di dunia ini yang
paling kita butuhkan adalah ridha Allah. Rosulullah dhawuh, Allah sangat ridha
ketika kawulanya makan, tiap satu sendok ingat Allah lalu memuji-Nya. Tiap
minum seteguk ingat Allah lalu memuji-Nya. Untuk jadi wali, atau orang yang
dekat dengan Pengeran itu tidak harus semalam wiridan membaca laa ilaaha
ilallah seribu kali sampai ngantuk, kalau tidur ditegur, kalau jumlahnya tidak
sama masalah, janggutnya harus nempel ke jantung. Aturannya ketat sekali. Terus
tawar-menawar: "Kalau tidak seribu kali bagaimana Sid, Mursid?" Ya
itu baik dilakukan. Tetapi untuk menjadi wali atau orang yang dekat Pengeran
itu mudah. Yang membedakan kita dengan orang fasek adalah kita mendapatkan
ridha Pengeran. Ridha Pengeran itu bisa kita dapatkan dari perilaku kita
sewaktu makan dan minum. Orang fasek kalau makan tidak perlu baca bismillah, langsung
melahap semua yang di depannya, terus minum sak puasnya, lalu glegeken, dan
memuji makanannya: "Uenaak tenan, hujan-hujan, tongseng kambingnya joss,
jahe panasnya nendhang tenan!". Seandainya kita mengindahkan dhawuh
Rosulullah di atas, setidaknya kita tidak takabur karena menyadari betapa pun
hebatnya seseorang tetap saja lemas kalau tidak makan dan minum. (26agst22/
jk-nks.)
Jika
orang sedunia semua sujud itu tidak menambahi mulianya Allah dan jika semua
orang meninggalkan Allah tidak juga mengurangi keagungan Allah. Kita taat
sampai mati tidak menambahi kemuliaan Allah. Yang butuh kita sendiri. Kita gila
pada dunia juga tidak mengurangi jagadnya Allah. Makanya kita tidak usah besar
kepala. Ketika kita sholat terus, sawangannya Allah untung punya penggemar
kita. Makanya ibadah itu yang sedang-sedang saja. Sebab kalau berlebihsn kita
lalu ge-er menguntungkan Allah. "Gusti, kalau tidak ada saya, yang nyembah
Njenengan siapa?" Ya tidak usah begitu. Allah itu tidak butuh yang
begitu-begitu. Yang biasa-biasa saja. Pokoknya kita menyembah Allah karena itu
kebutuhan kita. Kita yakin jika kita memegang agama itu "fidunya khaasanah
wabil akhirati khasanah" -- kebahagiaan dunia kita peroleh, kebahagiaan
akhirat juga kita peroleh. (25agst22/ jk-nks.)
Orang tidak suka
perkara selain jadi budaknya. Padahal Allah tidak ridha, tidak suka, kalau ada
kawulanya yang jadi budaknya selain Allah. Contohnya, orang-orang yang
agak-agak merasa nasionalis itu janggal
melihat ada orang tiap hari ke mesjid, membersihkan mesjid, tiap hari
membersihkan pondok, padahal orang-orang seperti itu lebih parah, punya mobil
antik tiap hari dilap, dibersihkan. Ibu-ibu parah lagi. Punya gelas
dibersihkan, punya lemari dibersihkan, padahal suaminya tidak pernah
dibersihkan. Jadi orang itu kalau suka perkara jadi budaknya. Orang suka rokok
dipijat-pijat diempukkan dulu lalu disulut. Kalau pipanya hilang dicari. Santri
disuruh kiainya ke Kudus karena tidak tahu apa kepentingannya ia merasa
janggal. "Aku kok disuruh ke Kudus itu untuk apa?" Padahal gara-gara
seneng rokok, hujan-hujan tetap berangkat membeli. Bayangkan kalau dia seneng
nafsu. Hujan-hujan berangkat, jalan, antre, mbayar, dan sebagainya. Orang di
dunia itu hanya digerakkan oleh dua hal. Yang satu demi kebenaran, yang satunya
lagi demi kebatilan. Yang satu hujan-hujan demi sholat pergi ke mesjid, yang
satu hujan-hujan beli rokok. Kalau
digerakkan untuk beli rokok masih baik. Rokok itu barang makruh.Tapi kalau demi
perempuan? Allah itu tidak ridha kalau semua pergerakan kawulanya itu untuk
selain mencari ridha Allah SWT. Lha caranya bagaimana? Asal tidak zina dan
mencuri, barang-barang yang makruh masih bisa dicarikan ilmunya. "Gusti,
saya mau beli rokok. Nanti kalau sudah saya akan ridha pada qodo' dan qodar
Njenengan. Karena kalau saya tidak ngrokok itu nggremeng." Jadi Allah
diajak kompromi. Mbesuk Allah mungkin mempertanyakan: "Mau ridha saja kok
pakai syarat." Tapi, tidak. Allah tidak sinis seperti itu. (24agst22/
jk-nks)
Ketika
baru saja menyelesaikan tugas beratnya sebagai manol, memanggul sekarung gandum
Ayub diberi dua potong roti. Tetapi ia menolak. Padahal ia dalam keadaan lapar
dan lelah. Ayub pun pulang ke rumah. Imam Ahmad lalu menyuruh anaknya mengejar
Ayub untuk memberikan roti yang tadi ditolsk. Anehnya kali ini diterima.
Anaknya Imam Ahmad heran. Tadi dikasih menolak tapi sekarang menerima. Imam
Ahmad yang paham arti semua itu menjelaskan pada anaknya: "Ayub menolak
pemberian kita yang pertama karena ketika itu ia sedang tamak melihat roti
ditata di atas meja, di saat ia lapar dan lelah. Ia menolak karena ia sadar
saat itu ia tamak mengharap pemberian makhluk. Lalu ia putus asa dan pulang. Di
saat ia tidak lagi mengharap pemberian makhluk, kamu datang memberikan roti
tersebut. Hanya setelah ia merasa tidak dalam keadaan tamak dan tidak mengharap
pembetian makhluk, artinya yakin bahwa yang kamu serahkan itu peparingnya
Allah, ia baru mau menerima roti itu." Syariat ini sejalan dengan adat
orang Jawa yang tidak menerima sesuatu dari seseorang ketika selesai melakukan
sesuatu yang memang sidah jadi tugasnya. Adat ini di kalangan generasi sekarang
mulai luntur kalau tidak boleh dibilang hilang sama sekali, hanya karena kalah
dengan pepatah yang mengatakan "menolak pemberian orang itu sama dengan
menolak rejeki Tuhan". Tapi di Bali tradisi itu masih ada. Ketika seorang
pegawai diberi uang hasil diskon pembelian suatu barang ia menolak karena ia merasa
sebagai pegawai yang bertugas membeli barang tersebut ia sudah digaji.
(23agst22/ jk-nks.)
Seorang sahabat
mengaku dirinya munafik di hadapan Rosulullah. Ketika Rosulullah bertanya
mengapa demikian, sahabat itu mengatakan bahwa ketika sedang berada di dekat
Rosulullah, dan Rosulullah ngendikan masalah akhirat ia merasa surga dan neraka
itu begitu jelas terlihat di matanya. Namun begitu pulang dari sowan Rosulullah
ia mengurus istri, anak dan dunia, ia merasa surga dan neraka itu begitu jauh
dari angan-angannya. Jadi dahulu orang merasa munafik itu butuh pengakuan diri.
Lain halnya zaman sekarang. Orang sekarang enak karena sudah ada yang menyebutkan.
Orang yang sedikit-sedikit bilang bid'ah dan kafir itu menguntungkan malaikat
yang bertugas mencatat apakah seseorang itu munafik atau kafir. Malaikat
diuntungkan karena tugasnya sudah diambil-alih. Masalahnya, mereka yang
sedikit-sedikit mengecap bid'ah dan kafir itu bukan malaikat. Rupanya apa yang
ada dalam pikiran kita menentukan mulia atau tidaknya sesuatu. Bukan
sebaliknya. Ka'bah itu menjadi mulia karena dalam pikiran orang mukmin yang
disebut aqidah, itu adalah awal dari tauhid yang anti kemusrikan. Maka ka'bah
dimuliakan. Sekali pikiran itu dibelokkan bahwa
ka'bah itu yang menyebabkan doa seseorang mustajab dia jadi kecewa. Maka
koruptor yang mendatangi ka'bah dengan harapan ia tidak tertangkap, dan sepulang
dari sana ternyata tetap ditangkap, jadi kecewa. Jika dalam pikiran seorang
anak merawat dan mengobatkan orangtuanya yang sakit itu ibadah, maka mulialah
orangtuanya. Tetapi jika merasa dan lalu berkata bahwa orangtuanya telah
menghabiskan uang banyak untuk perawatan dan pengobatannya maka tidak ada arti
mulianya orangtua. Pikiran sekuler begini telah membelokkan pikiran nubuwah.
(22agst22/ jk-nks.)
Orang
abid itu ada nakalannya. Makanya setan itu seneng terhadap orang abid. Karena
tidak punya dampak terhadap pemiskinan setan. Makanya masyhur: "Faina
faqih ya wahidan mutawariah asyadu ala syaitoni min alfi abidin" --
"satu orang ahli fiqih lebih berat bagi setan ketimbang seribu orang ahli
ibadah". Orang alim satu itu setan bingungnya tidak karuan, dibanding
menghadapi seribu orang ahli ibadah. Seribu orang ahli ibadah, istighosah di
mesjid, itu semua minta surga. Terus membayangkan ngeloni bidadari, hidup tidak
punya hutang, semua yang diinginkan ada. Terus kiainya mencontohkan:
"Buah? Belum kita inginkan semua sudah ada. Secantik-cantiknya orang India
masih cantik bidadari di surga." Begitu terus pikirannya. Bandingkan
dengan orang alim. Orang alim kampanyenya bagaimana? "Allah harus disembah
di buminya. Ini bumi kepunyaan Allah. Kamu harus ingat Allah. Allah membuat
aturan dalam kehidupan begini. Sholat yang syah caranya begini. Wudhu yang syah
caranya begini. Thawaf yang syah caranya begini. Harta yang syah setelah
dizakati. Apa setan tidak kaku ati? Jadi terus memaklumatkan Allah. Sementara
yang satunya menghayal saja. Tapi jangan pembaca tulisan ini yang bilang. Biar
isi tulisan ini saja yang bilang begitu. Ngenyek ahli ibadah itu haram. Itu
dosa. Ngenyek orang ahli ibadah itu kuwalat. Kalau isi tulisan ini kan hanya
menerangkan. Ngenyek dengan menerangkan itu beda. Menerangkan kenapa satu orang
ahli fiqih, ngerti halal haram, itu lebih berat bagi setan ketimbang seribu
orang ahli ibadah. (21agst22/ jk-nks.)
Termasuk kuncinya
nikmat itu satu: jangan melihat orang lain. Orang fakir kok kongko-kongko di
mall. Ya ngenes. Sudah padha naik Alphard, istrinya cantik. Beli barang mahal.
Yang fakir sangunya cuma 50 ribu, ngopinya di mall 25 ribu. Ya ngenes.
Sebetulnya uang 50 ribu itu kalau untuk ngopi di warung hanya dua ribu, terus
kembaliannya berapa, dinikmati sambil ndhangak-ndhangak lihat ikan di akuarium.
Membayangkan ikan saja bisa bahagia seliweran menari-nari. Ikan saja bisa
bahagia. Ikan dicari ditangkapi orang untuk hiasan. Ikan saja ada gunanya,
masak kita tidak ada gunanya? Jadi yang membuat kita tidak bahagia itu adalah
melihat nikmat orang lain. Maka Kanjeng Nabi didhawuhi Pengeran:
"Latamudana ainaika ikamamata nabiyi haswaja milum sahrota hayatit" -
kalau terlanjur melihat orang lain pasti jadi fitnah.l (20agst22/ jk-nks.)
Seorang
ulama mengaku punya cara untuk bersembunyi dari setan; yaitu ikhlas. Allah
ngendika, ibadah ikhlas itu "syirun mi asrori" -- "itu
hubungannya hanya kawula-Ku dengan Aku". Ikhlas itu ibadah yang malaikat
saja tidak tahu, maka tidak bisa mencatatnya. Ikhlas itu ibadah yang hubunganya
hanya antara Allah dengan kawulanya. Itu rahasia hubungan Allah dengan
kawulanya. Malaikat hanya mencatat kita sholat maghrib tiga rakaat, isyak empat
rakaat, tapi tidak tahu kalau kita ibadah ikhlas. Maka tidak mencatatnya. Tapi
setan juga tidak tahu maka tidak bisa merusaknya. Jadi connect nya ikhlas itu
langsung dengan Allah SWT. Banyak orang yang kelihatannya jelek mengajar
ngajinya urakan tapi diterima Allah, karena ia bertransaksi hanya dengan Allah.
Ada orang yang mengajar ngajinya sopan berpenampilan rapih, ngomongnya
hati-hati, gayanya ikhlas, malah tidak diterima Allah karena berharap diterima
publik, dan menganggap makhluk itu penting. Mana ada ajaran Islam orang disuruh
bertransaksi dengan makhluk? (19agst22/jk-nks.)
Salah itu ada dua
macam. Yang pertama salah di luar ring, disebut salah kulliyah. Yang kedua
salah tapi di dalam ring. Jika kita masih punya ibu dan beliau tinggal bersama
kita, kita kadang salah karena lupa tidak membuatkan kopi. Salah seperti ini
tetap disukai Allah karena berbasis niat menjaga ibu kita. Hanya memang
gara-gara dekat beliau kita bikin kesalahan. Tapi adik kita yang tinggal di
Lampung, misalnya, gara-gara jauh tidak pernah salah. Ini yang justru Allah
tidak berkenan. Sholat yang tidak tuma'inah memang salah. Tapi itu kesalahan
yang Allah sukai. Yang tidak sholat sama sekali justru terhindar dari salah.
Tapi Allah tidak berkenan. Yang ndarus tapi tidak lanyah memang bisa dibilang
"tidak lanyah kok ndarus". Allah masih berkenan dengan yang begini.
Yang bisa ndarus lanyah tapi tidak ndarus, Allah tidak berkenan. Begitu pula
ngaji. Meski tidak paham dan ngantukan itu sudah diapresiasi Pengeran. Yang
cerdas dan tidak ngantukan tapi tidak ngaji Allah tidak berkenan. (18agst22/
jk-nks.)
Jika
kita diberi sesuatu kita boleh menerimanya dengan syarat kita yakin itu rizki
dari Allah. "Latamutdana yadatka ilal ahdi minal qola'i" -- Jangan
engkau memanjangkan tangan mengambil sesuatu yang bukan peparingnya Allah. Jika kita menganggap pemberian itu masih dari
makhluk, bukan peparingnya Allah, jangan diambil. Karena yang demikian itu
syrik. Ini harus kita latih. Memang berat. Tapi harus kita latih. Untuk
melatihnya kita bisa menganggap sisa hidup kita tinggal hitungan per sehari.
Karena memang kita tidak tahu kapan Allah memanggil kita. Para ulama bahkan
menganggap hidup hanya hitungan dua menit. Maka karena kita tidak yakin apakah
besuk pagi masih hidup uang seratus ribu di tangan sudah lebih dari cukup. Uang
tersebut cukup untuk beli beras sekilo. Nasihat yang mengatakan:
"bekerjalah seakan-akan engkau hidup selamanya dan beribadahlah seakan-akan
besuk pagi mati" seharusnya dimaknai bahwa jika hari ini Allah belum
memberi rizki yang kita cari, besuk pagi insya Allah masih ada hari. Tidak
harus hari ini. Wong hanya soal dunia. Jika besuk pagi Allah belum juga memberi
rizki yang kita inginkan, lusa insya Allah masih ada hari. Demikian seterusnya.
Sebaliknya, kalau kita ingin tahajud dan witir harus seketika itu dilakukan.
Karena asumsinya besuk pagi sudah mati. (17agst22/ jk-nks.)
Agama akan bilang
bahwa orang emosi itu diprovokasi setan. Andai ia ingat Allah bahwa segala sesuatu
itu qodaro mahduro maka ia pasti tidak akan emosi. Misalnya ada orang alim
disepelekan orang. Sudah tidak punya duwit disepelekan orang. Orang ini walinya
Allah. Orang ini tidak emosi. Karena ia ingat,
diremehkan orang itu ibadah. Yang meremehkan seperti itu kersaning
Allah. Kersaning Allah itu baik. Biasa. Mashur itu di tareh-tareh. Sayid Ja'far
Shodiq putranya Sayid Mohammad Bakir itu diejek orang. Bahkan sebagian riwayat
mengatakan ia sampai diludahi. Ia asyik lewat saja. Ketika ditanya kenapa tidak
marah, beliau ganti bertanya: "Apakah engkau menyangka saya itu orang
yanti qodo' dan qodar?" Apa yang engkau lakukan itu adalah kehendak
Allah." Sampai malu orang yang meludahinya tersebut. Nyatanya bener. Orang
yang dekat dengan Allah itu tidak apa-apa ketika dipermalukan. Tidak
ngefek. Kira-kira yang bisa membuat nya
berpikiran begitu itu setan atau malaikat? Jawabnya, malaikat. Tapi kalau
ketemu pakar ilmu sosial akan dibilang bahwa itu karena ia bacaannya banyak,
sehingga reaksinya begitu. Ya sudah, biarkan dia ngomong sesukanya. Karena itu dagangan
orang-orang yang pekerjaannya ber-seminar. Dia tidak yang menjalani. Banyak
orang yang seminar di sana-sini tapi dia sendiri tidak bisa menjalani. Memang
dia nganggur. Bisa untuk kegiatan. (16agst22/ jk-nks.)
Seorang
ulama muda bilang pada istrinya: "Dik, kita sekarang kaya." Istrinya
tanya: "Koq bisa?" Sang ulama menjelaskan: "Saya sekarang punya
uang 200 ribu. Untuk beli beras dapat 10 kilo. Jadi lebih dari cukup untuk
hidup di desa ini. Saya membayangkan hidup itu hanya sehari lagi."
Istrinya berkomentar dingin: "Lha itu urusan njenengan." Dalam hati
sang ulama heran kenapa istrinya susah dilatih berpikir seperti dirinya. Lalu
ia mencoba memahami cara berpikir istrinya. Rupanya kalau tidak punya uang
banyak ya tidak bisa beli apa-apa yang dibutuhkan dan diinginkan. Ribet. Tapi
rasional juga. Ilmunya ulama tersebut bagi istrinya rupanya tidak populer. Tapi
memang ya harus dilatih. Membayangkan hidup hanya sehari. Kalau sore jangan
membayangkan ketemu pagi. Kalau pagi jangan membayangkan ketemu sore.
(15agst22/ jk-nks)
Orang kalau seneng
sesuatu akan mendatangi. Orang kalau tidak suka sesuatu akan menjauhi. Tapi Sayidina
Ali sempat ngendikan: Ada dua hal yang aneh di dunia ini. Semua orang suka
surga, namun mereka santai-santai saja. Maksudnya tidak berusaha keras
mendekatinya. Semua orang tidak suka neraka namun juga tenang-tenang saja.
Maksudnya tidak bergegas menjauhinya. Rupanya ada kesamaan antara seneng dan
benci. Yaitu tidak mau mendekati. Kita tentu mencintai ibu kita. Tapi mungkin
ada di antara kita yang kalau makan tidak mau bareng dengan ibunya karena tidak
ingin ibunya kecewa. Jika di meja makan ada ayam goreng dan ibunya dalam hati
ingin mengambil dan memakannya tiba-tiba sudah keduluan anaknya. Akhirnya
perhatian ibunya beralih ke tempe gorengnya.
Ketika hendak meraih tempe goreng juga keduluan anaknya. Santri juga
begitu. Justru karena hormatnya, mereka tidak mau kumpul kiainya saat santai,
karena takut merusak pemandangan. Di mesjid, sholat si barisan paling depan itu
baik karena terkesan paling dekat dengan Allah. Tapi ada ulama yang memilih
barisan paling belakang. Ketika ditanya mengapa, jawabnya: "Saya malu pada
Allah. Dosa saya banyak." (14agst22/ jk-nks)
Dhawuhnya
Hikam, barang yang menyenangkan kita harus sedikit supaya susah kita juga
sedikit. Kalau seneng itu tidak usah ideal. Lha iya to ya. Seneng sedikit saja.
Kalau seneng kita sedikit, susah kita ya sedikit. Misalnya kalau kita pulang
dari bepergian jauh, tidak usah membayangkan disambut istri dengan mesra
diladeni bagai pahlawan yang pulang dari perang. Cukuplah membayangkan istri
masih hidup dan sehat. Anak-anak tetap asyik bermain biarkan saja. Tidak usah membayangkan
disambut hangat dan bermanja-manja. Cukuplah membayangkan anak-anak tidak sakit
dan gembira. Jika kita bisa begitu kita tidak mudah kecewa. Karena awal dari
kecewa itu mengharap sesuatu yang di luar kapasitas kita. Kita tidak akan
kecewa jika kita gagal jadi bupati bila kita tidak berharap jadi bupati. Dalam
sepakbola kita tidak kecewa jika tidak akan pernah menang melawan Brazil bila
kita tidak berharap bisa mengalahkan Brazil. Kekecewaan itu pernah dialami
Inggris dan Jerman ketika kalah dari Brazil karena mereka berharap menang dari
Brazil. Maka supaya tidak kecewa kita tidak usah berharap anak kita jadi kiai
yang besar pengaruhnya, atau berharsp anak kita jadi orang top di kemudian
hari. Cukuplah berusaha memfasilitasinya sebaik mungkin. Selebihnya kita
berserah diri pada Allah karena itu memang wilayah Allah SWT. (13agst22/
jk-nks.)
Kenapa Qur'an itu
dianggap mukzizat paling tinggi? Dhawuhnya ulama itu mudah dipahami. Tapi kalau
diangen-angen kadang seperti ada konteks yang tudak pas. Allah itu kalau dhawuh
datar: Pokoknya orang iman dan menjalani amal soleh itu surga. Orang jelek dan
menjalani kekafiran itu neraka. Itu beda dengan dhawuhnya ulama. Ulama itu ada
provokasinya: Orang minum arak itu sholatnya tidak diterima 40 hari. Orang
sholat khusuknya seperti apa tapi kalau "ngrasani" orang lain itu
tetap neraka. Pokoknya kalau dhawuh itu ekstrim-ekstriman. Sodaqoh sebanyak apa
pun kalau diungkit-ungkit tidak ada ganjarannya. Itu beda dengan istilahnya Qur'an.
Lha Rosulullah itu kadang pakai istilahnya Qur'an, kadang pakai istilahnya
ulama. Maksudnya istilah-istilah yang dipakai basariah. Setelah diteliti
ternyata kualitas dhawuhnya Allah yang netral itu tetap lehih serius dalam
konteks riil. Misalnya ada orang itu habis zina, habis mabuk, habis korupsi,
habis judi. Pokoknya semua yang jelek dijalani. Habis itu pulang. Lalu di jalan
ada anak ditabrak mobil yang ia selamatkan. Kira-kira orangtuanya
berterima-kasih apa tidak? Dalam teori nyata
yang boleh menolong anak ketabrak mobil itu kan tidak ada syaratnya:
orangnya sholat, tidak pernah zina, tidak pernah judi, tidak pernah mabuk,
tidak pernah korupsi. Kalau fiqih itu seperti itu, syaratnya malakukan kebaikan
itu banyak. Padahal yang memenuhi syarat itu tidak mengalami kejadian itu.
Sementara orang yang mengalami kejadian itu tidak memenuhi syarat itu. Itulah
sirinya Qur'an kalau ngendikan itu datar. Berjaga-jaga kalau ada kejadian
seperti itu. (12agst22/ jk-nks.)
Rosulullah
dhawuh, perintahkan kebaikan meskipun engkau sendiri tidak bisa menjalani,
laranglah keburukan meskipun engkau sendiri tidak bisa menghindari. Kalau
syaratnya memerintahkan kebaikan itu orang harus baik dulu kan kasihan orangtua
yang menyuruh anaknya hafal Qur'an. "Cung, kamu harus hafal Qur'an,"
kata bapaknya pada anaknya. Terus anaknya menjawab: "Bapak hafal apa
tidak? Bapak saja tidak hafal koq nyuruh anaknya hafal." Begitu pula
ketika bapaknya bilang pada anaknya: "Cung, kamu harus menghindari
narkoba." Lalu anaknya menjawab: "Bapak saja pengguna narkoba, koq
melarang anaknya pakai narkoba." Jadi, kebaikan itu tetap harus disyiarkan
karena itu konstitusi. Dan keburukan itu tetap harus diperintahkan untuk
dilawan karena itu konstitusi. (11agst22/ jk-nks.)
Abu Yasid al Bustomi
pernah ditanya, bagaimana mungkin Rosulullah yang satu mensyafaati manusia yang
milyaran jumlahnya dari sejak Nabi Adam hingga kiamat? Jawabnya ringan:
"lausya fa'a rosulullah kullana tijami'ah
fa'akadhotan min turoh" -- "Manusia mulai Nabi Adam sampai
kiamat itu kan cuma segenggaman turoh (tanah), karena semua materinya dari Nabi
Adam. Dan Nabi Adam itu materinya dari segenggam tanah. Akhirnya betapa
ringannya Allah ketika menghendaki Rosulullah mensyafaati manusia yang salah
dari Nabi Adam hingga kiamat. Makanya kita yang iman, yang soleh, hati yang
seneng Pengeran, yang ikhlas, tidak usah drengki. Kalau drengki jangan dipakai
kegiatan. Kalau drengki ya sedikit-sedikit pantes-pantesnya pernah drengki.
Wong manusia. (10agst22/ jk-nks)
Mukzizat
itu penting tapi tidak sepenting kalimah toyyibah: Laa ilaaha ilallah. Tidak
sepenting logika atau akal menyangkut absolutisme kebenaran hakiki yang itu
disebut kalimah toyyibah. Kalimatam bakiyah. Kalimat yang abadi. Karena kalau
Rosul itu selalu mengandalkan mukzizat resikonya tinggi sekali. Satu, resiko
bahwa mukzizat hanya disaksikan orang yang hadir di zaman itu. Dua, itu pun
mukzizat punya sisi yang dimana sesuatu yang spektakuler itu bisa dianggap
sihir oleh orang yang tidak percaya. Tiga, setelah zaman itu lama sekali
berlalu berita itu bisa dianggap hoax, atau bohong atau mana buktinya. Oleh karenanya Al Qur'an
itu cerita mukzizat nabi tidak banyak. Soal kita mengatakan banyak, itu karena
kita nganggur sehingga suka hal-hal yang spektakuler. Itu bawaan orang
nganggur, bawaan orang tidak bisa mikir, bawaan otak yang masih semi-semi
kafir. Sehingga untuk iman saja butuh mukzizat. Sebetulnya kebutuhan tersebut
naif. Mukzizat itu hanya untuk mematahkan keangkuhan manusia. Manusia itu
kawulanya Pengeran. Alangkah meruginya kalau tidak iman. (9agst22/ jk-nks.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar